https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Kalau Sawit Tak Ada

167 Juta Hektar Lagi Hutan Akan Binasa

167 Juta Hektar Lagi Hutan Akan Binasa

Kemampuan sawit menyerap karbon versi Henson. Foto: ist


Jakarta, elaeis.co - Barang kali teramat sulitlah mencari orang yang bisa membantah bahwa dulu, semua bermula dari hutan.�

Mulai dari desa, kota kecil, bahkan kota besar. Tak terkecuali pula lahan-lahan yang dipakai untuk bertanam Palm Oil, Soybean, Rapeseed maupun Sunflower.�

Tapi akan banyak orang yang sepakat bahwa setelah hutan berganti menjadi perkampungan, kota dan bahkan kebun, polusi akan muncul.�

Sebab sejak awal, hutan, telah tertanam dalam benak orang sebagai penghasil oksigen dan penyerap karbon.�

Di bumi ini, adalah empat komoditi nabati yang disebut-sebut sebagai pemakai lahan terluas. Pemakai terluas pertama adalah Soybean (kedelai); 127 juta hektar.�

Lalu di urutan kedua ada Rapeseed,�sebahagian orang bilang Rapa atau Kanola. Ini luasnya; 35,5 juta hektar.�

Berikutnya adalah Sunflower (bunga matahari) yang menghabiskan lahan seluas 27,6 juta hektar. Terakhir, Palm Oil (kelapa sawit); 24 juta hektar.�

Adalah Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) yang kemudian mencari tahu seperti apa sawit ini terhadap alam.�

Dicari tahu lantaran sejak berpuluh tahun lalu, sawit sudah disebut sebagai tanaman perusak, rakus air dan bahkan sumber penyakit. �

"Ada sederet hasil penelitian dunia yang kami dapatkan. Kesimpulan kami adalah bahwa sawit adalah tanaman yang paling pandai membalas jasa di antara empat sekawan itu," cerita Direktur Eksekutif PASPI, DR. Tungkot Sipayung saat berbincang dengan elaeis.co, kemarin.�

Lelaki 55 tahun ini kemudian mencomot hasil penelitian Robert Henson. Ahli ekofisiologi asal Oklahoma City, Amerika Serikat menyebut bahwa tiap hektar sawit mampu menyerap 64 ton karbondioksida dan menghasilkan 18,7 ton oksiden.�

Angka ini malah lebih tinggi dari kemampuan satu hektar hutan alam yang hanya bisa menyerap 42,4 ton karbondioksida dan menghasilkan 7,1 ton oksigen.�

"Karbondioksida yang banyak bertebaran di kota, diserap sawit ini dan kemudian menggantinya dengan oksigen yang banyak, luar biasa!" katanya.�

Soal kemampuan tiga rekan sawit tadi kata Ketua Tim Lintas Kementerian dan �Asosiasi Penyusunan Roadmap Industri Sawit Indonesia ini, belum ada hasil penelitiannya.�

"Tapi gambaran terdekatnya bisa ditengok dari rasio produktivitas atau protas minyak nya.� Pendekatannya�prinsip biologilah," ujar Tungkot.�

"Kalau protas minyak sawit 4,3 ton perhektar dan Soybean 0,45 ton perhektar, maka penyerapan CO2 Soybean adalah 0,1x64,5 ton CO2/ha = 6.4 ton CO2/ ha. Begitulah perbandingan hitungannya," Tungkot memperkirakan.�

Sebagai tanaman idustri kata Tungkot, peran minyak nabati dari hasil produksi empat sekawan tadi terus berkembang, kebutuhan pun semakin tinggi.�

"Kalau cuma untuk memenuhi kebutuhan pangan, total kebutuhan menuju 2050 mencapai 260 juta ton. Tapi jika ditambah dengan kebutuhan biofuel dan oleokimia, bisa mencapai 500-600 juta ton," Tungkot merinci.

Untuk memenuhi kebutuhan itu, otomatis produksi empat sekawan ini musti lebih digenjot lagi. Di sinilah kemudian masalah baru akan muncul. �

Sebab kata Tungkot, kalau sawit tak ada, luas hutan yang harus dibabat untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati itu, akan mencapai 167 juta hektar lagi.�

Soybean akan membabat paling besar; 112 juta hektar, Rapeseed 30 juta hektar dan Sunflower 25 juta hektar.�

Tapi kalau sawit dilibatkan dan produktivitas sawit ini digenjot hingga dua kali lipat, Tungkot memastikan bahwa deforestasi tak akan terjadi. Lho?

"Ya iyalah. Tiap hektar sawit itu bisa menghasilkan 4,3 ton minyak. Rapeseed 0,7 ton, Sunflower 0,52 ton dan Soybean 0,45 ton," rinci Tungkot.�

Kalau produktifitas minyak sawit digenjot dua kali lipat, berarti dalam sehektar bisa menghasilkan 8,6 ton minyak. Hasil ini bisa memenuhi kebutuhan dunia.�

"Dan kita musti ingat baik-baik, hanya produksi sawit lah yang bisa digenjot, tiga rekannya itu enggak bisa lagi, sudah mentok!" tegasnya. Alamaaak...�



BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :