https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

5 Rekomendasi Penerapan Moratorium Sawit dari Masyarakat Sipil

5 Rekomendasi Penerapan Moratorium Sawit dari Masyarakat Sipil

Sawit Ilustrasi.


JAKARTA (elaeis.co) –Sawit Watch bersama dengan rekan-rekan koalisi masyarakat sipil diantaranya ELSAM, ICEL, Madani, Kaoem Telapak, SPKS, Greenpeace Indonesia, FWI, Kemitraan, JKLPK dan JPIK baru saja menyelesaikan sebuah laporan singkat yang berjudul “Shadow Report : Kemana Arah Implementasi Inpres No. 8 Tahun 2018 Berjalan?”.

Laporan  ini berisi tentang catatan serta hasil pemantauan yang dilakukan koalisi masyarakat, yang dipaparkan dalam acara press konpres yang belum lama ini dilakukan di Jakarta.

Dalam keterangan resmi seperti dilansir dari InfoSAWIT, belum lama ini, Sawit Watch dan koalisi masyarakat sipil mencatat terdapat lima rekomendasi kepada pemerintah dalam upaya menerapkan kebijakan moratorium sawit, diantaranya pertama, dalam kerangka pengimplementasian Inpres No. 8 Tahun 2018 di tingkat daerah.

Kedua, tim kerja di tingkat nasional perlu menyusun sebuah dokumen roadmap atau panduan teknis yang dapat menjadi rujukan atau panduan bagi pemerintah provinsi/kabupaten/kota dalam melaksanakan Inpres.

Lantas ketiga, memulai dari wilayah-wilayah yang mudah sehingga Wilayah-wilayah provinsi dan kabupaten yang perkebunan sawit tidak luas perlu juga menjadi wilayah prioritas dalam inpres ini.

Keempat, dalam kerangka keterbukaan informasi perlu hadirnya sebuah mekanisme yang diterapkan yang mengedepankan asas keterbukaan dalam hal data, informasi dan update perkembangan terkait implementasi Inpres No. 8 Tahun 2018 sehingga dapat dipantau dan diakses oleh kelompok masyarakat sipil dan publik.

Serta kelima, perlu dibangunnya sebuah mekanisme atau platform komunikasi antara tim kerja nasional dengan pemerintah daerah. Hal tersebut diperlukan agar koordinasi kerja-kerja diantara keduanya menjadi lebih terkomunikasikan dengan baik dan sistematis.

Sementara Direktrorat Litbang KPK, Sulistyanto mengatakan, sektor sawit seringkali tidak menyumbangkan insentif kepada daerah, karena kebanyakan kantor pusatnya ada di Jakarta.

Jika hal ini terjadi maka dampaknya adalah daerah tidak akan peduli akan perbaikan tata kelola kebun sawit di wilayahnya. “Kami mendorong bagaimana sistem dan tata kelola di kebun sawit dibangun tapi insentif juga ada bagi daerah” tandas Sulis.

Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :