https://www.elaeis.co

Berita / Serba-Serbi /

Ada Pengusaha 'Main' dengan Eropa Soal Sawit ?

Ada Pengusaha


Elaeis.co - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan kementeriannya sengaja membatasi akses data dan informasi Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit ke publik karena curiga ada pengusaha di sektor tersebut yang 'main mata' dengan Uni Eropa. Aksi 'main mata' tersebut diduga sengaja dilakukan demi kepentingan bisnis pribadi pebisnis.

Sebelumnya, hubungan perdagangan Indonesia dan Uni Eropa sempat bergejolak karena sentimen kampanye negatif yang dikeluarkan oleh Benua Biru. Uni Eropa sempat mengeluarkan kebijakan yang menentang penggunaan minyak sawit mentah (Crude Palm Oils/CPO) lantaran dianggap sebagai produk yang tidak berkelanjutan.

Akibatnya, Uni Eropa hendak mengurangi penggunaan CPO dari Indonesia. Hal tersebut sedikit banyak memberikan kerugian kepada perusahaan sawit Tanah Air karena pasar mereka akan berkurang. 

Dari sini, Darmin mendengar ada sejumlah perusahaan yang akhirnya rela bermain mata dengan Uni Eropa terkait akses data demi mengamankan bisnis penjualan CPO.

"Karena ada juga sekarang perusahaan-perusahaan yang mulai 'main mata' dengan sana (Eropa). Artinya, dia seperti 'oke kalau saya buka (datanya), saya boleh ya jualan' begitu," ungkap Darmin di kantornya, Rabu (8/5).

Padahal, menurut Darmin, perusahaan-perusahaan nasional seharusnya mendukung pemerintah untuk mengantisipasi kampanye negatif dari Uni Eropa secara bersama-sama. Caranya, dengan menjaga akses data dan informasi tersebut.

"Lagipula, kalau data individual contoh pajak misalnya, itu secara individual kan tidak boleh pajaknya si ini berapa? Sehingga kami merasa sudah deh, dalam tahap ini jangan dulu deh (ada akses data HGU kepada publik)," ucapnya.

Di sisi lain, Darmin mengatakan kementeriannya turut mempertimbangkan soal sinkronisasi data dari sejumlah program yang tengah dijalankan oleh pemerintah. Misalnya, pemerintah sedang merampungkan soal peraturan pengelolaan tanah secara nasional. 

Lalu, pemerintah juga tengah melakukan program moratorium perkebunan kelapa sawit. Dari sini, sambungnya, pemerintah ingin data yang dihasilkan masing-masing program disinkronisasikan dulu melalui sistem kebijakan satu peta (one map policy). 

Untuk itu, ia merasa seharusnya tidak ada data secara individual perusahaan yang dapat diakses terlalu mudah.

"Kalau nanti sudah complete, baru kami evaluasi. Kami tidak mau terlalu gaduh ini urusannya, kami selesaikan dulu, nanti kalau sudah settle baru kami lihat," jelasnya.

Sementara itu, untuk status HGU yang sudah dinyatakan perlu dibuka oleh sejumlah lembaga negara lainnya, Darmin mengatakan kementeriannya masih perlu melihat seperti apa putusan dari lembaga negara yang memberi izin tersebut. "Nanti kami lihat, nanti saja, tenang saja kami sedang bekerja. Jangan kemudian kami terganggu dengan urusan itu," pungkasnya.

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Pangan dan Pertanian Musdalifah Machmud memberi surat kepada Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), dan pimpinan perusahaan-perusahaan di sektor kelapa sawit.

Musdalifah menyatakan pemerintah membatasi akses data dan informasi HGU perkebunan kelapa sawit demi melindungi data dan informasi kelapa sawit yang bersifat strategis bagi ketahanan ekonomi nasional dan dalam rangka perlindungan kekayaan alam Indonesia.

Hal ini dilakukan sebagai komitmen pemerintah untuk meningkatkan praktik perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan serta menindaklanjuti hasil pertemuan pemerintah Indonesia dengan Komisi Uni Eropa. Menurutnya, pemerintah memerlukan dukungan seluruh pemangku kepentingan kelapa sawit.

"HGU, misalnya, di Amerika kan tidak ada yang buka data-data mereka. Masak Indonesia mau buka semua isi daleman kita," ujar Musdalifah.

Musdalifah menerangkan informasi mengenai pemanfaatan tata ruang bisa diakses. Namun, untuk informasi terperinci mengenai nama pemegang dan salinan akte dibatasi agar tidak sembarang dimanfaatkan.

"Kita (Indonesia) harus ada ketegasan sebagai tindak lanjut dari Delegated Act (Uni Eropa), kita semakin hati-hati dalam menjaga kekayaan alam kita," katanya.

Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :