Berita / Nusantara /
Akademisi ini Bilang, Pemerintah Tak Bisa Atur Harga TBS
Jambi, elaeis.co – Harga tandan buah segar (TBS) di banyak daerah sentra sawit masih berada di bawah Rp 2.000/kg. Meski pemerintah sudah menjalankan berbagai kebijakan, namun harga TBS belum naik signifikan.
Akademisi STIE Jambi, Noviardi Ferzi, mengatakan, naik turunnya harga TBS di lapangan pada dasarnya tidak bisa ditentukan pemerintah melainkan tergantung pada pasokan dan permintaan atau supply and demand minyak sawit mentah (CPO).
“Patokan dasar harga CPO itu adalah permintaan di pasar dunia,” katanya, kemarin.
Menurutnya, pasokan CPO saat ini dikuasai oleh Malaysia setelah melakukan kontrak jangka panjang (long term) dengan pembeli India, China, maupun Eropa.
“Itu terjadi karena Indonesia sempat menghentikan ekspor produk sawit beberapa waktu lalu. Malaysia langsung ambil kesempatan, dia hapus segala pajak ekspor sehingga mereka bisa membuat kontrak besar-besaran dengan negara konsumen,” tukasnya.
Untuk skala lokal, meski dinas perkebunan (disbun) provinsi menetapkan harga TBS, namun itu hanya berlaku bagi petani plasma.
"Di Jambi misalnya, meski sudah ditetapkan harga periode 26 Agustus - 1 September harga TBS naik menjadi Rp 2.283/kg untuk usia tanam 10-20 tahun, tapi tidak efektif mengatrol harga di tingkat petani. Kenapa? Karena harga disbun hanya berlaku untuk petani di bawah payung kemitraan, bukan pekebun swadaya,” sebutnya.
“Pemerintah tidak bisa menindak pabrik yang membeli TBS petani di bawah Rp 2.000. Perusahaan memiliki otoritas ekonomi apakah mau membeli atau tidak TBS masyarakat,” tambahnya.
Agar petani swadaya bisa mendapatkan perlindungan harga, Noviardi menyarankan pemerintah daerah terus mendorong petani membentuk kelembagaan dan menjalin kerja sama dengan pabrik di luar skema inti plasma.
"Dengan kerja sama ini, kedua belah pihak bisa membuat kesepakatan harga yang lebih adil dan saling menguntungkan," katanya.
Komentar Via Facebook :