https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Akali UUCK, Perusahaan Diduga Pakai Koperasi Sebagai Kamuflase

Akali UUCK, Perusahaan Diduga Pakai Koperasi Sebagai Kamuflase

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Anggia Erma Rini. Foto: Andri/nvl/Parlementaria


Jakarta, elaeis.co - Panja Komisi IV DPR RI mengecam penggunaan hutan yang tidak sesuai prosedur dan mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membereskan data penggunaan dan pelepasan kawasan hutan.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Anggia Erma Rini, mengatakan, KLHK harus melaksanakan sinkronisasi data subjek hukum pada lahan terbangun dengan kementerian/instansi terkait lainnya demi penyelesaian penggunaan dan pelepasan kawasan hutan.

“Hasil sinkronisasi harus disampaikan kepada kami selambat-lambatnya dua bulan sejak selesainya rapat hari ini,” katanya melalui keterangan resmi Setjen DPR RI, kemarin.

Menurutnya, Panja Komisi IV DPR RI juga sepakat mendesak KLHK mendalami modus yang dijalankan korporasi menggunakan badan usaha berbentuk koperasi untuk mengakali aturan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Pelaku usaha perkebunan kelapa sawit diduga melakukan modus itu untuk menghindari denda administrasi sesuai Pasal 110B UUCK. Kami berharap ini didalami dan ditindaklanjuti guna mencegah kerugian negara yang besar,” sebutnya.

Pasal 110B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada prinsipnya mengatur bahwa kegiatan usaha pertambangan, perkebunan, dan kegiatan lain dalam kasawan hutan yang dilakukan sebelum berlakunya UUCK dan belum mempunyai perizinan di bidang kehutanan, tidak dikenakan sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan usaha, perintah pembayaran denda adminstratif, dan/atau paksaan pemerintah untuk selanjutnya diberikan persetujuan sebagai alas hak untuk melanjutkan kegiatan usahanya di dalam kawasan hutan produksi.

 

Anggota Fraksi PKB DPR RI itu juga menilai KLHK perlu segera melaporkan perkembangan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan (PNBP-PKH). “Laporan denda administratif di bidang kehutanan perlu dicatat sehingga upaya represif guna mencegah kerusakan hutan Indonesia bisa ditekan,” tukasnya.

“Kami berharap KLHK mengawasi dan mengamankan hutan beserta kawasan hutan untuk mengantisipasi perusakan dan penyerobotan yang semakin merajalela. Kami pun mengecam pembiaran terhadap penggunaan kawasan hutan yang tidak prosedural,” tandasnya.

 

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi, menambahkan, proses penyelesaian kegiatan usaha yang sudah terbangun tanpa perizinan berusaha di bidang kehutanan harus diterapkan dengan cermat, adil, transparan, auditable, sekaligus diawasi dengan ketat dan seksama guna mencegah pelanggaran dan penyimpangan hukum.

“Penyelesaian juga harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Setelah diundangkannya UUCK, maka upaya preventif juga harus ditegakkan dengan sungguh-sungguh,” katanya.

Dia juga meminta KLHK melakukan inventarisasi kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Tengah dan Riau untuk menyelesaikan data kebun dan tambang serta penggunaan lainnya yang ilegal di kawasan hutan. “Lengkap dengan data poligon, luasan, nama perusahaan atau pengelola, atau pemilik, serta lokasi yang terdiri dari desa, kecamatan, dan kabupaten kota,” tukasnya.
 

Komentar Via Facebook :