Berita / Bisnis /
Alfian: Pola Subsidi Minyak Goreng Musti Benar
Jakarta, elaeis.co - Kebijakan pemerintah terkait skema penerapan subsidi minyak goreng kepada masyarakat masih terus menjadi sorotan berbagai pihak. Bahkan kebijakan tersebut dinilai belum maksimal lantaran belum tepat sasaran.
Misalnya saja kebijakan pemerintah teranyar saat ini yakni menaikan besaran pungutan ekspor hingga mencapai US$675/ton. Kebijakan ini dinilai belum maksimal lantaran justru memberikan dampak negatif terhadap harga Tadan buah segar kelapa sawit petani.
"Pemerintah seharusnya memilih kebijakan bagaimana agar subsidi itu tepat sasaran. Yakni melihat siapa yang perlu disubsidi," ujar Ketua Umum DPP Apkasindo Perjuangan, Alfian Arahman, kepada elaeis.co Senin (21/4/2022).
Alfian mengungkapkan pola subsidi yang dinilai lebih maksimal dalam dengan penyaluran bantuan langsung kepada masyarakat yang membutuhkan. Sehingga masyarakat bisa menentukan sendiri minyak goreng yang biasa digunakannya.
"Jadi lebih tepat sasaran. Bukan produknya yang disubsidi. Karena bisa saja orang - orang kaya justru ikut menikmati minyak goreng subsidi itu. Padahal mereka sanggup membeli minyak goreng yang Rp100.000/kg misalnya," katanya
Kata Alfian kebijakan saat ini dinilainya masih jauh dari kata tepat sasaran. Menurutnya masih perlu dikaji dan dievaluasi kembali.
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Ketum DPP Aspekpir Indonesia, Setiyono menurutnya kelangkaan dan harga minyak goreng yang tinggi dinilai dampak dari terlalu dalamnya pemerintah ikut campur di pasar minyak goreng itu sendiri. Hingga aturan yang dikeluarkan justru diduga memicu kelangkaan itu terjadi.
"Kalau berkaca dari Negara tetangga, pemerintah justru full menyerahkan harga minyak goreng dari pasar. Memang ada aturan namun hanya sebagai patokan saja," katanya.
"Kalau mau bantu subsidi ke masyarakat akan lebih baik langsung menggunakan sistem Bantuan Tunai Langsung (BLT) yang sudah ada. Jadi pasar yang akan mengatur harga minyak dan minim terjadi kelangkaan," imbuhnya.
Setiyono menganggap BLT justru akan lebih tepat sasaran ketimbang fenomena yang saat ini terjadi. Saat ini masyarakat justru tidak semua dapat menikmati subsidi minyak goreng namun justru ikut merasakan kelangkaan yang membuat harga lebih mahal.
Ironisnya lagi kelangkaan minyak goreng justru terjadi di wilayah produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. "Negeri kaya minyak tapi langka minyak goreng. Semoga kondisi akan lebih baik ke depan. Ini memang harus segera diselesaikan," tandasnya.
Komentar Via Facebook :