Berita / Nusantara /
Antara Untung dan Masa Depan Sawit di Jambi
Jambi, elaeis.co - Jika dihitung-hitung, ada sekitar 2 ribuan hektare luas perkebunan kelapa sawit milik masyarakat Provinsi Jambi yang didampingi Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE).
Rata-rata, kebun sawit itu sebetulnya sudah layak untuk diremajakan mengingat usia tanam di atas 26 tahun.
Namun, kebanyakan petani mitra SAMDE di Jambi enggan mengikuti program peremajaan sawit rakyat (PSR) karena tingginya harga tandan buah segar (TBS) sawit saat ini.
"Kira-kira tiga atau empat tahun kedepan lah baru berjalan program PSR di lahan milik petani yang kami dampingi. Alasan petani enggan mengikuti PSR karena harga sawit lagi bagus-bagusnya," kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) SAMADE Jambi, Suroso saat bincang-bincang dengan elaeis.co melalui telepon seluler, Senin (7/3).
Selain karena harga, hasil kebun yang masih moncer juga menjadi pertimbangan petani enggan mengikuti program PSR ini.
"Petani masih sayang karena produksi dan harga juga masih bagus. Kalau replanting tentu petani tidak punya penghasilan lagi," kata dia.
"Harga ditingkat petani saat ini Rp3.500 per kg. Bayangkan saja, biasanya petani dalam 2 hektare dapat duit Rp10 juta sebulan, kalau sudah replanting, tentu mereka tak dapat duit segitu lagi. Jadi, enak ditunda dulu karena produksinya juga masih bagus," ujarnya.
Secara umum, hal ini juga menjadi alasan bagi petani kelapa sawit di Jambi enggan melakukan peremajaan sawit. Karena itu program PSR di Jambi setiap tahunnya tidak mencapai target.
"Terutama kebun sawit yang hasilnya masih bagus, kendati usia sawit sudah waktunya diremajakan, namun petani enggan mengikuti program PSR. Jadi boleh saya simpulkan, petani yang mengikuti PSR di Jambi saat ini rata-rata yang produktivitas kebunnya sudah rendah. Kalau masih tinggi, diyakini mereka tidak akan melakukan peremajaan," pungkasnya.
Komentar Via Facebook :