Berita / Nusantara /
Apkasindo Bengkulu: 'Nasib' Petani Jangan Dilelang di KPBN lah!
Bengkulu, elaeis.co - Meski harga Crude Palm Oil (CPO) sudah merangkak naik, tapi belum bisa menggendong harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit di Provinsi Bengkulu menjadi lebih bagus. Kalaupun ada kenaikan, nilainya sangat kecil.
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) Bengkulu, Jakfar, mencontohkan begini; Saat ini harga CPO Rp9.923 per kilogram. Dengan harga segitu, mestinya harga TBS petani bisa di angka Rp1.850 per kilogram. Tapi kenyataan di lapangan justru masih Rp1.425 per kilogram.
"Kami sudah menghimpun data harga TBS dari sejumlah pabrik. Dibanding harga kemarin, kenaikan harga TBS hanya di kisaran Rp40-Rp60 per kilogram," Jakfar mengurai saat berbincang dengan elaeis.co kemarin.
Baca juga: Harga CPO Sudah Rp9.923/Kg, Tapi Petani Masih Murung
Apa penyebab lemotnya harga TBS itu kata lelaki 47 tahun ini cuma satu; DMO dan DPO yang diboncengi Flush Out (FO) masih diberlakukan. Termasuk Bea Keluar (BK).
"Ini menjadi beban penghambat kenaikan harga sawit. Pemerintah kan cuma menghapus Pungutan Ekspor (PE), sementara yang lain belum," katanya.
Apkasindo sendiri kata Jakfar tidak mempersoalkan jika pemerintah masih memberlakukan BK. "Tapi tolonglah, DMO dan DPO itu kesampingkan dulu. FO sendiri seharusnya sudah dihapus lantaran masa berlakunya sudah habis di akhir Juni lalu," pintanya.
Kalau DMO, DPO dan FO itu dihapus kata Jakfar, harga CPO akan bisa di angka Rp16.900 per kilogram. Kalau sudah begitu, harga TBS akan menjadi Rp3.380 per kilogram.
"Kalau merujuk pada Permendag nomor 55 tahun 2015 tentang harga referensi CPO, nasib CPO kita enggak akan begini. Jadi, kami sangat berharap harga CPO dikembalikan lah ke jalur pemerintah (Kemendag), masak nasib petani di tender di KPBN?" sindirnya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bengkulu, Yenita Saiful, mengaku kalau Kementerian Perdagangan sudah berencana mencabut DMO dan DPO. Itu jika pengusaha mau berkomitmen memenuhi pasokan minyak goreng domestik.
"Kalau pengusaha tidak mau memenuhi pasokan minyak goreng domestik, risikonya tentu persediaan minyak goreng akan semakin rumit. Kita tunggu saja pencabutannya segera direalisasikan," katanya.
Komentar Via Facebook :