Berita / Nusantara /
APKASINDO Bengkulu pun Mulai Was-was
Bengkulu, elaeis.co - Ketua APKASINDO Provinsi Bengkulu, A Jakpar mengatakan, secara umum harga TBS di daerahnya belum sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah.
Sebelumnya Pemerintah Provinsi Bengkulu menetapkan harga TBS sawit Rp 2.675 per kilogram. Namun, harga beli yang ditetapkan pabrik, rata-rata berkisar Rp 1.400 hingga Rp 1.900 per kilogramnya.
"Secara umum per hari ini harga TBS masih belum move on, masih jauh dari harga normal atau sesuai dengan ketetapan pemerintah," kata Jakpar kepada elaeis.co, Rabu (1/6).
Lebih jauh Jakpar mengatakan, belum jelasnya jadwal pemberlakuan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) juga membikin Jakpar was-was. Sebab menurutnya hal itu akan berdampak pada harga TBS petani.
"Jika DMO dan DPO diberlakukan kembali, mestinya PE harus dikembalikan ke harga normal. Kalau PE tetap tidak diturunkan, tentu hal ini akan menekan harga TBS petani," ujarnya.
Jakpar juga mengkritik langkah pemerintah yang memberlakukan kembali kewajiban DMO dan DPO. Dia menilai, DMO dan DPO merupakan produk kebijakan yang gagal, karena krisis migor tetap tidak selesai meski kedua aturan itu diberlakukan.
"Kami petani tidak habis pikir mengapa Kemenko Perekonomian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian mengambil kembali opsi DMO dan DPO, dimana opsi ini sudah gagal sebelumnya dan membuat kami petani sangat menderita," ujarnya.
Sebab menurutnya, kebijakan DMO dan DPO tidak relevan untuk kondisi saat ini. Pasalnya, kebijakan tersebut menjadikan tahapan penyaluran migor dan ekspor CPO menjadi lebih panjang.
"Opsi DMO dan DPO ini bukan tidak bagus, tapi tidak untuk sekarang ini dan opsi ini membutuhkan waktu yang panjang dalam pelaksanaannya, sementara kami petani sudah hampir mati semua karena dampak minyak goreng sawit yang tidak berkesudahan ini," ungkapnya.
Bahkan, kata dia, dari hasil survei yang dilakukan APKASINDO di 22 provinsi terkait kebijakan itu, 98 persennya menolak kebijakan DMO dan DPO serta penghapusan migor curah.
"Petani juga berkeinginan supaya minyak goreng sawit tetap disubsidi, dengan persentase 98 persen minyak goreng sawit harus disubsidi melalui dana BPDPKS, hanya 2 persen yang setuju DMO dan DPO. Hasil survei ini juga didukung di Nomor WA Posko Pengaduan Kecurangan Harga TBS, yang per 25 Mei 2022 sudah masuk pengaduan hampir 50 ribu dari sumber petani mulai dari Aceh sampai Papua," jelasnya.
Menurutnya, keinginan petani sawit sederhana yakni harga tandan buah segar sawit kembali normal dan minyak goreng subsidi tersedia di masyarakat dengan harga harga eceran tertinggi (HET).
"Kami petani hanya berharap harga TBS kembali normal dan minyak goreng subsidi tersedia dengan harga murah, hanya itu," tutupnya.
Komentar Via Facebook :