https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Baru 1 Persen Kebun Sawit Rakyat Punya STDB, Kenapa Petani Enggan?

Baru 1 Persen Kebun Sawit Rakyat Punya STDB, Kenapa Petani Enggan?

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika (tengah). foto: Bayu


Pekanbaru, elaeis.co – Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengkritik rendahnya tingkat kepatuhan dalam pengurusan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) di kalangan pekebun sawit rakyat. 

Meskipun aturan pemerintah mengharuskan kebun sawit dengan luas di bawah 25 hektar memiliki STDB, data terbaru menunjukkan hanya sekitar 1 persen dari total kebun sawit rakyat yang sudah terdaftar.

"Dari total 6 juta hektar kebun sawit rakyat di seluruh Indonesia, yang memiliki STDB hanya sebanyak 28.701 kebun dengan luas sekitar 60.726,22 hektar," ungkap Yeka dalam sebuah acara di Pekanbaru, Rabu (7/9) lalu. 

Angka ini, menurutnya, jauh dari harapan dan menjadi cerminan masalah mendasar dalam tata kelola sektor sawit rakyat yang masih perlu dibenahi.

Dia menjelaskan bahwa STDB bukan sekadar formalitas, tetapi memiliki peran krusial dalam memastikan legalitas dan keberlanjutan usaha perkebunan sawit rakyat. 

"STDB ini penting karena sekarang menjadi syarat untuk memperoleh sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), akses ke benih bersertifikasi, serta partisipasi dalam program-program sawit rakyat yang disediakan pemerintah," tambahnya.

Dia menyayangkan masih ada perdebatan terkait fungsi STDB, apakah sebagai izin resmi atau hanya sebagai bentuk pendataan oleh pemerintah. Dualisme pandangan ini memperburuk situasi, membuat banyak petani sawit rakyat bingung dan enggan mengurus STDB.

"Ombudsman mencatat bahwa kebijakan STDB masih menghadapi berbagai kendala, baik dari sisi pemahaman di tingkat petani, proses administrasi, hingga dukungan dari pemerintah daerah," ungkapnya. 

Dia menegaskan bahwa hal ini harus menjadi perhatian serius semua pihak mengingat pentingnya STDB dalam meningkatkan daya saing dan keberlanjutan industri sawit rakyat di pasar global.

Selain itu, Yeka berpandangan, pemerintah perlu memberikan pendampingan yang intensif dan mempercepat digitalisasi layanan administrasi sehingga petani sawit rakyat tidak merasa terbebani dengan proses birokrasi yang rumit.

"Ini adalah saatnya kita introspeksi dan berbenah. Jika masalah STDB tidak segera ditangani, kita akan menghadapi risiko besar dalam upaya pengelolaan sawit rakyat yang berkelanjutan. Jangan sampai petani kecil yang menjadi tulang punggung industri sawit nasional justru tertinggal dan terpinggirkan," tukasnya.

Untuk meningkatkan partisipasi petani sawit, Ombudsman RI berharap pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dapat segera mengambil langkah konkret demi menjaga keberlanjutan di tengah persaingan pasar yang semakin ketat.


 

Komentar Via Facebook :