https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Bawa TBS dari Desa ini, Pemilik Ram Dikutip Fee Rp 5/Kg

Bawa TBS dari Desa ini, Pemilik Ram Dikutip Fee Rp 5/Kg

Dokumen perjanjian komitmen fee yang memberatkan pelaku usaha jual beli kelapa sawit. Foto: elaeis.co/Hamdan


Rengat, elaeis.co - Toke sawit yang menjalankan bisnis jual beli kelapa sawit di wilayah Desa Sibabat, Kecamatan Seberida, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau, diwajibkan membayar fee kepada kepala desa (kades) setempat. Nilainya Rp 5 untuk setiap kilogram TBS dan disetor ke kades dua kali dalam bulan.

Sudoro Mulyo, pemilik Ram Ndoro, mengaku keberatan atas kebijakan Kades Sibabat tersebut karena dana yang diambil tidak jelas peruntukannya. "Komitmen fee itu ada surat perjanjiannya dan telah ditandatangani," katanya kepada elaeis.co, Kamis (10/2/22).

Jika dikalkulasi, Sudoro harus merogoh kocek sekitar Rp 2,5 juta setiap bulan sebagai fee dari keseluruhan berat TBS kelapa sawit yang dikeluarkan dari desa itu tersebut menuju pabrik.

"Seperti di Januari 2022 lalu pihak kades telah mengambil uang sebesar Rp 1,5 juta rupiah. Belum penuh diberikan sesuai kesepakatan. Ada kok buktinya," ujarnya.

Sampai sekarang dia tak tahu fee itu untuk apa. "Kalau peruntukannya jelas, saya tidak keberatan. Ini diduga tidak ada landasan hukumnya," katanya.

"Kalau untuk perawatan badan jalan yang rusak akibat dilalui armada, tanpa diarahkan pun, kami tetap punya inisiatif memperhitungkannya," tambahnya.

Dia menjelaskan, dalam perjanjian itu dicantumkan komitmen toke sawit memberikan fee setiap tanggal 1 dan 15. Besarnya fee didasarkan pada bukti DO timbangan pembelian TBS. Surat perjanjian fee berlaku sejak tanggal 31 Desember 2021 Sampai Desember 2022.

Tidak dijelaskan untuk apa penggunakan uang tersebut, hanya disebutkan diberikan kepada sang kades secara tunai dengan dilampirkan kuitansi.

Kades Sibabat, Jamini, membantah telah melakukan kutipan terhadap penampung sawit. "Tidak benar saya menerima uang dari toke sawit, apalagi bunyinya fee," terangnya.

Belakangan, ketika ditanya apakah kebijakan itu sudah dituangkan ke peraturan desa (Perdes) atau bumdes sebagai tambahan pendapatan asli desa, jawabannya berubah.

"Uang yang diambil itu untuk keperluan pemuda," katanya. 


 

Komentar Via Facebook :