Berita / Serba-Serbi /
Begini Cara Membasmi Babi Hutan di Kebun Sawit
Jakarta, elaeis.co - Keberadaan satwa liar seperti babi hutan (Sus scrofa) bukan saja dijumpai di Indonesia, tetapi juga banyak tersebar di negara-negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Tingginya populasi babi hutan di setiap daerah sebarannya dikarenakan spesies ini dapat berkembang biak dengan cepat dan hewan pemangsanya (predator) seperti harimau atau sejenisnya sudah mulai langka.
Jumlah individu dalam satu populasi babi hutan dapat mencapai 20 ekor dan setiap populasi umumnya terdiri dari betina dan anakan.
Di beberapa perkebunan kelapa sawit Indonesia, babi hutan ini sering merusak tanaman sawit atau masih menjadi hama penting yang harus dikendalikan. Hal ini disebabkan habitat babi hutan mulai menyusut, sehingga mereka bisa memasuki wilayah pedalaman perkebunan kelapa sawit yang berdekatan dengan kawasan hutan.
Serangan hama babi hutan pada perkebunan kelapa sawit mampu menurunkan produktivitas sebesar 30%. Seperti ditulis dalam website Kementan RI.
A. Morfologi Babi Hutan
Babi hutan (Sus scrofa) memiliki ciri rambut berwarna hitam, namun ada juga hitam kemerah-merahan. Pada masing-masing sudut mulutnya memiliki rambut yang lebih tebal, ekornya tidak berambut dan lurus. Pada babi hutan betina, memiliki lima pasang kelenjar susu. Anak babi hutan yang baru lahir memiliki kulit yang berwarna coklat gelap atau kehitaman dengan garis putih yang memanjang secara longitudinal di sepanjang tubuhnya.
B. Habitat Babi Hutan
Habitat babi hutan (Sus scrofa) adalah hampir di seluruh tipe hutan, namun umumnya dijumpai di tipe habitat hutan yang rapat dengan tekstur tanah basah, misalnya tepi rawa atau di rawa-rawa hampir kering.
Jika habitat tersebut mulai terganggu seperti kurangnya ketersediaan pakan dan sumber air tergenang sebagai tempat untuk berkubang, maka babi hutan akan merambah ke areal perkebunan kelapa sawit dan perkebunan atau pertanian lainnya.
Babi hutan selalu melakukan aktivitas berkubang setiap hari dan relatif tidak tahan terhadap panas matahari. Babi hutan tidak membuat sarang untuk beristirahat dan menyimpan pakan, tetapi babi hutan betina yang akan melahirkan perlu membuat sarang.
Dalam pembuatan sarang, babi hutan betina dibantu oleh yang lain dalam kelompoknya. Mula-mula dibuat lubang pada tanah yang akan dijadikan tempat untuk melahirkan oleh betina tersebut sedalam 30 – 50 cm, dengan ukuran panjang dan lebar yang sesuai dengan ukuran tubuh.
Kemudian betina babi hutan masuk ke dalam lubang tersebut, lalu tubuhnya ditutupi dengan dedaunan, ranting-ranting, dan sisa-sisa tanaman yang sudah dipersiapkan sebelumnya oleh kelompok babi hutan tersebut.
C. Perilaku Babi Hutan
Babi hutan (Sus scrofa) merupakan hewan omnivora yang memangsa bermacam-macam invertebrata, ular, tikus, jamur, umbi-umbian, akar-akaran, dan pemakan beberapa jenis buah dan sayuran.
Untuk menemukan makanannya, babi hutan akan mengendus menggaruk-garuk tanah dan perilaku mencari makan tersebut dilakukan pada pagi dan sore hari.
Babi hutan gemar berkubang di lumpur, aktivitas berkubang memiliki beberapa peranan penting dalam kelangsungan hidupnya, fungsinya adalah untuk menghindari gangguan serangga.
Babi hutan memiliki indera penglihatan yang kurang baik, namun memiliki indera penciuman yang sangat tajam. Babi hutan mengeluarkan suara geraman saat melakukan aktivitas harian dan mencari makanan.
Ketika terjadi gangguan, babi hutan akan masuk ke semak-semak tanpa menimbulkan keributan.
D. Pengendalian
Metode pengendalian hama babi hutan adalah sanitasi, kultur teknis, mekanis, hayati, dan kimia. Pengendalian secara mekanis dapat dilaksanakan dengan usaha untuk menghalangi babi hutan memasuki areal pertanaman dengan membuat barier fisik melalui 2 cara:
(1) membuat pagar yang kuat di sekeliling pertanaman, akan lebih baik kalau pagar tersebut berupa pagar hidup dari tumbuhan yang relatif lebih kuat karena akarnya menghunjam ke dalam tanah.
(2) membuat parit yang cukup lebar dan dalam di sekeliling pertanaman. Lebar parit 2 m dan dalam parit 1 m, cukup menghalangi usaha babi hutan memasuki areal tersebut.
Usaha lain adalah menangkap babi hutan yang dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis perangkap (hidup atau mati), atau dapat juga dengan menggunakan jaring atau jerat.
Perangkap hidup adalah perangkap yang digunakan untuk menangkap babi hutan dalam keadaan hidup, sehingga babi hutan tersebut dapat dipelihara untuk ditempatkan di kebun binatang, atau untuk keperluan penelitian.
Penggunaan jaring atau jerat juga dilakukan untuk mendapatkan babi hutan dalam keadaan hidup. Perangkap mati adalah perangkap yang digunakan untuk menangkap babi hutan dalam keadaan mati, baik untuk segera dikubur atau untuk dikonsumsi.
Babi hutan dapat dibunuh secara langsung dengan menggunakan beberapa alat berburu seperti tombak, panah, parang, dan senapan. Perburuan babi hutan biasanya dilakukan bersama-sama antara penduduk setempat dan pihak luar (Perbakin).
Perburuan babi hutan sering dibantu dengan mengerahkan anjing pemburu yang sudah terlatih untuk mengetahui keberadaan serta untuk melumpuhkan babi hutan.
Komentar Via Facebook :