https://www.elaeis.co

Berita / Komoditi /

Begini Jurus Pemprov Riau Selamatkan Petani dari Kewajiban ISPO

Begini Jurus Pemprov Riau Selamatkan Petani dari Kewajiban ISPO

Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Defris Hatmaja. Ist


Pekanbaru, Elaeis.co - Pemerintah mewajibkan seluruh pelaku usaha kelapa sawit untuk mengantongi sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) paling lama tahun 2025 mendatang. 

Namun kebijakan ini dirasa mustahil akan terwujud bagi pelaku usaha dengan kondisi dan keterbatasan yang ada saat ini. 

Hingga kini tercatat baru sekitar 14.000 hektar lahan kelapa sawit yang sudah bersertifikasi ISPO dari total lahan sawit di Indonesia 6,7 juta hektar. Artinya, baru 0,2 persen yang sudah mengantongi ISPO. 

"Kalau kita sesuaikan regulasi ISPO dengan kondisi pekebun kita, pabrik-pabrik yang ada di Riau ini rasanya kan 3 tahun ini tidak mungkin terkejar menuju ke sana," kata Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Defris Hatmaja kepada elaeis.co, Sabtu (26/2). 

Defris menjelaskan, apabila ISPO itu tidak terpenuhi, maka minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang dihasilkan dari lahan bukan ISPO, tidak dapat diekspor. 

Dengan demikian, CPO dari lahan non ISPO itu hanya bisa dijual ke pasar dalam negeri. Di mana nantinya bisa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, seperti untuk produksi minyak goreng, serta biodiesel yang saat ini sedang dikembangkan. 

"Apalagi PKS non kebun, untuk ekspor kan mereka tidak bisa. Sebetulnya kan regulasi kita, pergub kita, menolong ini. Karena kita lihat banyak yang belum siap, baik dari perusahaan maupun dari koperasi petani dan petani swadaya. Makanya kita buat pergub yang didalamnya juga tujuannya untuk pengembangan hilirisasinya di tingkat petani. Nanti untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri," jelasnya. 

Dengan Pergub itu, kata Defris, pihaknya juga terus mendorong kelembagaan petani. Kelembagaan ini merupakan langkah awal dari petani untuk bisa meraih ISPO. 

"Sekarang ini kami sedang memperkuat kelembagaan para petani. Apabila nanti terkumpul 1000 atau 2000 hektar, itu kan sudah bisa memenuhi kebutuhan 1 PKS. Dan itu nanti terus kita upayakan untuk bermitra dengan perusahaan," terangnya. 

Defris memastikan, apabila nantinya CPO dari kebun petani hanya dijual ke dalam negeri, tidak akan mempengaruhi harga jual TBS di tingkat petani. 

"Untuk harga nantinya tidak akan terganggu, karena kita tetap menghitung harga berdasarkan lelang di KPBN. Mau diekspor atau untuk dalam negeri, pengali harga tetap berdasarkan KPBN. Karena itu mereka pedoman kita, jadi harga tidak berpengaruh," pungkasnya.

Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :