Berita / Sumatera /
Belum Separuh Kebun Sawit Di Sumsel Kantongi ISPO, ini Kendalanya
Palembang, elaeis.co - Petani sawit di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) didorong mengikuti sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Terkait dengan hal itu, Dinas Perkebunan (disbun) Sumsel menggelar sejumlah sosialisasi agar petani memahami secara detail tentang ISPO. Yang terakhir adalah Pelatihan Teknis ISPO bagi Pekebun Kelapa Sawit Provinsi Sumsel yang terlaksana berkat kerja sama dengan BPDPKS dan Ditjenbun Kementan.
Kegiatan yang diikuti 30 petani sawit Kabupaten Ogan Komering Ilir ini berlangsung di Palembang, 19-24 Juni 2023. Sebelumnya, pelatihan serupa diselenggarakan pada tanggal 12-17 Juni 2023 dan diikuti oleh 30 pekebun sawit dari Kabupaten Musi Banyuasin.
Kepala Disbun Sumsel, Agus Darwa MSi, mengatakan, pelatihan ini menjadi kesempatan bagi petani untuk menimba ilmu terkait pengelolaan perkebunan sawit yang berkelanjutan. Dengan menerapkan sistem yang sesuai dengan aturan, harapannya pengelolaan perkebunan sawit dapat menjadi lebih baik.
"ISPO merupakan komitmen untuk perbaikan tata kelola perkebunan sawit agar sejalan dengan tuntutan pembangunan berkelanjutan secara global dengan efektif, efisien, adil dan berkelanjutan. ISPO bukan maunya disbun, atau ditjenbun, tapi tuntutan pasar dunia,” kata Agus.
Menurutnya, komitmen pemerintah Indonesia dalam mencapai perkebunan sawit yang berkelanjutan cukup kuat dan terlihat dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. “Pemerintah terus berkomitmen mendorong semua perusahaan dan petani sawit mengikuti ISPO agar tetap berdaya saing tinggi di pasar global,” jelasnya.
Di Sumsel sendiri, hingga saat ini total luas lahan perkebunan sawit sudah mencapai 1,2 juta hektar. "Tapi yang tersertifikasi belum setengahnya. Diharapkan perusahaan secepatnya mendapatkan sertifikasi ISPO, sementara untuk petani diberi kelonggaran hingga tahun 2025," ucapnya.
"Memang masih dua tahun lagi. Tapi kalau tidak segera dimulai, sulit untuk mencapainya. Makanya diharapkan dengan adanya program pelatihan ini, dapat meningkatkan sertifikasi ISPO di kalangan petani," imbuhnya.
Agus menjelaskan bahwa kendala sertifikasi disebabkan faktor teknis dan non teknis. "Untuk mengikuti sertifikasi ISPO butuh biaya, sedangkan petani baik individu maupun kelompok keuangannya terbatas," ungkapnya.
"Sebagian perusahaan menganggap kebunnya sudah baik sehingga menunda untuk sertifikasi ISPO. Padahal ISPO merupakan salah satu syarat ekspor agar produk kita tidak ditolak oleh negara konsumen,” tambahnya.
Direktur Lembaga Sertifikasi PT Mutu Indonesia Strategis Berkelanjutan, Rismansyah Danasaputra menjelaskan, pemerintah telah menyederhanakan banyak syarat untuk ikut ISPO. Saat ini juga ada 15 lembaga sertifikasi yang bisa membantu petani sawit swadaya ikut ISPO.
“Syarat sudah dipermudah, lembaga sertifikasi bertambah, tapi jumlah petani yang ikut ISPO belum maksimal. Padahal proses mandatory atau wajib disertifikasi ISPO tinggal berapa tahun lagi," katanya.
"Petani yang sudah tersertifikasi ISPO adalah pahlawan bagi pengembangan kelapa sawit berkelanjutan. Ada sejumlah manfaat yang diperoleh petani setelah mengantongi ISPO, seperti kemudahan kredit dari perbankan untuk mengembangkan kebun sawitnya,” sambungnya.
Menurutnya, ada empat hal yang jadi penghambat sertifikasi ISPO petani. Yang paling dominan adalah para petani sawit belum mengantongi Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB). Padahal STDB menjadi syarat wajib untuk mendapatkan sertifikasi ISPO.
“Ketiadaan STDB inilah yang membuat banyak petani sawit gagal lolos dalam meraih sertifikasi ISPO,” pungkasnya.
Komentar Via Facebook :