https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Bentuk Korporasi, Pekebun dan Perusahaan tak Perlu Dijodohkan

Bentuk Korporasi, Pekebun dan Perusahaan tak Perlu Dijodohkan

Ilustrasi petani sawit menunggu pengepul menjemput hasil panen (Facebook)


Jakarta, Elaeis.co - Pembentukan korporasi dinilai menjadi kunci untuk meningkatkan kesejahteraan pekebun sawit. Kemitraan yang kuat dengan perusahaan akan menjadi cikal bakal pembentukan korporasi pekebun sawit.

Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian Heru Tri Widarto mengatakan pekebun sawit merupakan kekuatan besar dengan luas mencapai 6,94 juta hektar (ha) dari total luas kebun sawit nasional 16,38 juta ha. Pada masa lalu pekebun berhasil meningkatkan kesejahteraannya lewat kemitraan dengan perusahaan.

“Kemitraan harus diperkuat, transparansi menjadi kata kunci. Ke depan tidak perlu lagi ada yang pihak yang harus menjodohkan pekebun dengan perusahaan karena masing-masing saling membutuhkan,” katanya, dikutip Sindonews.com.

Konsep pengembangan korporasi pekebun, lanjutnya, adalah pekebun terkonsolidasi dalam kelompok tani (poktan), gabungan kelompok tani (gapoktan) ataupun koperasi, mendapat fasilitas sarpras, pembinaan dan pendampingan dari pemerintah dan mitra.

Pekebun sebagai anggota korporasi mengusahakan budidaya sawit, koperasi bersama BUMN/bumdes membentuk PT untuk mengelola korporasi petani, swasta sebagai mitra strategis korporasi sedangkan korporasi pekebun memasarkan hasil produknya.

Pada program peremajaan sawit rakyat (PSR), menurut Heru, Ditjenbun mewajibkan kemitraan karena tandan buah segar (TBS) pekebun nantinya perlu ada yang menampung.

Sementara itu tambahnya, Ditjenbun dengan pembiayaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) membuat program pengembangan sumber daya manusia (SDM) lewat pendidikan dan pelatihan juga sarana dan prasarana (sarpras) yang ditujukan bagi pekebun.

“Sarpras bukan hanya alsintan, perbaikan jalan, ISPO, tapi nanti akan ke pembangunan PKS,” jelasnya.

Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya supaya pekebun nanti mampu mengelola korporasi. Perlu studi lebih lanjut supaya korporasi ini berjalan dengan baik. Sertifikasi ISPO (Indonesia Sustainability Palm Oil) juga penting supaya ketelusuran produk berjalan dengan baik dan produknya diakui konsumen.

Menurutnya korporasi pekebun juga bisa masuk ke penyediaan benih unggul siap salur, sehingga tidak perlu lagi misalnya PSR di Sulawesi mendatangkan dari Medan sehingga biaya meningkat dan risiko benih layu atau mati. Korporasi pekebun nanti produknya bukan lagi TBS tetapi bisa saja CPO sehingga kemitraan harus diselaraskan lagi.

Direktur Kemitraan BPDPKS Edi Wibowo menyatakan, pihaknya sangat mendukung pembentukan korporasi pekebun. Saat ini, tambahnya BPDPKS mendanai PSR, Sarana dan Prasarana, Pengembangan SDM, selain itu program riset yang dibiayai oleh BPDPKS juga salah satu tujuannya meningkatkan produktivitas pekebun.

“Lewat pendanaan pada pekebun diharapkan produktivitas dan kesejahteraan pekebun sawit semakin meningkat,” katanya.

Ketua Umum Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia (Popsi) Pahala Sibuaea menyatakan mendukung pembentukan korporasi pekebun.

“Popsi yang beranggotakan Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Indonesia, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Perjuangan, Serikat Petani Kelapa Sawit dan Jaringan Petani Sawit Berkelanjutan Indonesia akan terus memberi masukan supaya korporasi pekebun sawit bisa berjalan,” pungkasnya.


 

Komentar Via Facebook :