https://www.elaeis.co

Berita / Lingkungan /

Biar Publik Tahu, Mestinya Jokowi Bilang Nama Pemilik HGU Terlantar

Biar Publik Tahu, Mestinya Jokowi Bilang Nama Pemilik HGU Terlantar

Presiden Joko Widodo mengumumkan pencabutan HGU dan izin perusahaan penambangan minerba, Kamis 6 Januari 2021. (Tangkapan layar/Elaeis)


Jakarta, Elaeis.co - Kendati memuji langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan langsung pencabutan Hak Guna Usah (HGU) perkebunan seluas 34.448 hektare (ha), Greenpeace Indonesia tetap memberikan catatan karena menilai pencabutan tersebut belum sepenuhnya transparan.

"Jadi, catatan yang perlu diperhatikan, belum adanya informasi jelas perusahaan yang dicabut. Itu tidak disampaikan secara transparan ke publik. Padahal publik ingin tahu HGU yang dicabut seluas 34.448 Ha itu milik siapa. Siapa nama-nama perusahaannya,"  kata Ketua Koordinator Greenpeace Arie Rompas kepada Elaeis.co, Jumat (7/1).

Mestinya kata Arie, Presiden Jokowi menyampaikan informasi ke publik jelas. Sehingga masyarakat tidak bertanya-tanya.

"Transparansi informasi nama-nama perusahaan yang HGU-nya dicabut harus jelas, sehingga masyarakat tidak bertanya-tanya," kata dia 

Soalnya, dari data yang beredar kata Aries, 34.448 hektare HGU yang dicabut ada yang berada dalam kawasan hutan dan di areal penggunaan lain (APL).

"Itu yang dicabut kan izin-izin perkebunan, tapi belum juga dirinci izin kebun apa yang dicabut, apa kebun sawit atau karet, belum jelas. Tapi pada intinya, lahan yang dicabut itu ada APL. Jadi, ini perlu dipastikan, kriteria yang dicabut itu harus diperjelas," tutur Arie.

Hal itu harus dipastikan kata Arie karena saat ini ada sekitar 3,12 juta Ha kebun sawit yang berada dalam kawasan hutan.  

"Kalau yang 3,12 juta Ha ini masuk, sesuai dengan UUCK harus melakukan pembayaran. Namun, sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), UUCK telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Memang, ada pasal yang disebutkan bahwa kebijakan-kebijakan yang bersifat strategis bisa dilakukan. Kalau pemerintah melakukan mekanisme itu, yang perlu dipertanyakan status hukumnya," kata dia.

"Justru kalaupun hal itu dilakukan, lahan harus dilegalisasi atau diputihkan dulu. Maka itu harus diperjelas dulu, apakah pencabutan itu juga masuk kebun sawit yang berada dalam kawasan hutan, atau tidak. Atau pencabutan itu murni bagi perusahaan-perusahaan yang menelantarkan lahannya," pungkasnya.


 

Komentar Via Facebook :