https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Bikin Cemas, Harga Pupuk Terus Naik

Bikin Cemas, Harga Pupuk Terus Naik

Ilustrasi (Kompas.com)


Medan, Elaeis.co - Indra Muda Pasaribu, petani sawit swadaya yang berdomisili di Kabupaten Labuhanbatu mengaku bingung melihat harga pupuk nonsubsidi (komersil) yang terus naik dalam waktu tiga bulan terakhir. Kenaikan itu terjadi seiring dengan kenaikan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit.

"Saya cemas dengan situasi ini. Takutnya, naik harga TBS, naik juga harga pupuk. Nanti turun harga TBS, harga pupuk tak mau turun-turun," kata Ketua DPW Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE) Provinsi Sumatera Utara ini kepada Elaeis.co, Senin (16/8/2021).

Petani sawit yang mengaku bukan pengguna pupuk bersubsidi ini menyebutkan, semua jenis pupuk komersil yang dibutuhkan untuk perawatan kebun sawitnya mengalami kenaikan harga. 

"Pupuk yang dibutuhkan petani sawit itu adalah urea, KCL, dan TSP. Semua sudah naik harganya. KCL saja sekarang sudah Rp 450.000 per sak, urea nonsubsidi sudah tembus Rp 300.000 per sak. Belum lagi pupuk yang lain," bebernya. 

Ia masih ingat pada bulan Mei harga pupuk KCL masih sekitar Rp 350.000 per sak, sedangkan urea nonsubsidi Rp 220.000 hingga Rp 250.000 per sak. "Awal bulan Juni harga naik terus sampai sekarang," keluhnya.

Menurutnya, yang tidak naik hanya dolomit yang diproduksi di Pancurbatu, Kabupaten Deli Serdang. "Itu pupuk kapur, produk lokal. Kalau di pasaran sekitar Rp 35.000 per kilogram" sebutnya. 

Kenaikan harga pupuk menyebabkan biaya perawatan kebun sawit miliknya melonjak. "Per hektar kebun sawit butuh 8 sak pupuk. Itu sudah jumlah yang minimal," kata Indra. 

Syarifuddin Sirait, Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspek-PIR) Sumut, justru mengaku tidak lagi menggunakan pupuk komersil.

Kebetulan saat ini dia dipercaya pemerintah untuk mendistribusikan pupuk bersubsidi di Kecamatan Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan.

"Kalau pupuk bersubsidi, enggak ada kenaikan. Harganya kan dikontrol pemerintah. Peruntukannya juga sudah diatur dalam RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok)," jelasnya.

Meski bukan pengguna, kenaikan harga pupuk komersil juga membuat Syarifuddin pusing. "Sebab, teman-teman petani sawit juga mulai mengincar pupuk subsidi. Saya bingung mengalokasikannya, kan saya juga dijatah oleh pemerintah," ungkapnya.

Saat ini seluruh jenis pupuk bersubsidi yang baru didapatnya dari jatah pemerintah untuk Kecamatan Pasir Mandoge baru mencapai 100 ton. Padahal yang diusulkan sebanyak 100 ton untuk setiap jenis pupuk subsidi.

"Ya, terpaksalah saya batasi pendistribusian pupuk subsidinya. Karena semua petani sawit di Pasir Mandoge mengincar pupuk subsidi setelah harga nonsubsidi naik terus. Pusing saya," katanya.

Komentar Via Facebook :