https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Biodiesel, Program Non APBN yang Untungkan Negara. Harga Sawit Petani Terdongkrak, GRK Turun

Biodiesel, Program Non APBN yang Untungkan Negara. Harga Sawit Petani Terdongkrak, GRK Turun

Suasana MoU JAGA ZAPIN antara Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Pemerintah Daerah di Riau pada 11 September 2023 di Gedung Kejati Riau. Foto: aziz


Jakarta, elaeis.co - Di satu sisi, program Biodiesel yang dibiayai dari kocek Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) itu, telah memberikan banyak manfaat luar biasa bagi negara dan petani sawit. 

Padahal duit yang di kocek BPDPKS itu, bukan bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Tapi duit sawit yang dikumpul-kumpul dari hasil pungutan ekspor. 

Adapun manfaat luar biasa itu, pertama; program mandatori yang digagas Presiden Jokowi ini telah menghemat devisa impor hingga lebih dari Rp250 triliun. Ini terjadi lantaran impor minyak fosil berkurang. 

Lalu, pada bauran 30% atau B30 saja, Biodiesel telah ikut menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 22,30 juta ton CO2e. 

Gara-gara program biodiesel ini pula, serapan Crude Palm Oil (CPO) di dalam negeri menjadi besar dan ini berdampak pada terkontrolnya harga minyak sawit di pasar global.    

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menyodorkan data pula bahwa oleh implementasi B30 menjadi B35, harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit petani terdongkrak ke angka Rp1.800-2.550 per kilogram. 

Meski efek positif biodiesel ini kemana-mana, bukan berarti semua orang senang program ini ada. Sebab ada juga segelintir orang yang ingin agar program ini  dihentikan. Alasannya klise; memperkaya oligarki. Segelintir ini tentu bukanlah pelaku sawit.  

Dan belakangan, Biodiesel ini telah disigi pula oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Sejumlah orang bergiliran diperiksa. 

Apkasindo sebagai organisasi petani sawit terbesar di Indonesia, mendukung apa yang dilakukan oleh Kejagung itu, terlebih bila memang ditemukan data-data yang kuat adanya pelanggaran hukum pada program Biodiesel itu. 

Hanya saja organisasi yang sudah berumur lebih dari 20 tahun ini menjadi was-was lantaran momen penyigian yang dilakukan oleh Kejagung itu telah 'digoreng' oleh sejumlah orang ke ranah lain. 

Oleh situasi itulah makanya Apkasindo berharap agar persoalan Biodiesel ini tidak menjadi berlarut-larut dan bahkan bias.
 
"Kalau ada yang salah pada program itu, kami berharap segera diselesaikanlah. Biar tidak bias kemana-mana. Sebab kalau sudah bias, yang terdampak pertama kali itu ya kami petani sawit inilah," kata Ketua Umum DPP Apkasindo Dr. Ir. Gulat ME Manurung, MP.C.IMA, saat berbincang dengan elaeis.co tadi malam. 

Ayah dua anak ini malah menduga bahwa instansi terkait sebagai pelaksana Program Biodiesel ini seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perekonomian, Pertamina, BPDPKS dan Kementerian Pertanian, pasti akan melakukan evaluasi. 

Situasi ini akan membikin serapan CPO untuk diproduksi menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME) menjadi lambat. Malah tidak tertutup kemungkinan program ini kemudian  dihentikan. 

"Kalau Program Biodiesel ini dihentikan, akan ada 13,5 juta metrik ton per tahun minyak sawit yang tidak terserap. Angka ini 70% dari produksi CPO Malaysia yang hanya di angka 18,8 juta MT tahun 2022," lelaki 51 tahun ini merinci. 

 

Doktor ilmu lingkungan Universitas Riau ini tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika yang 13,5 juta metrik ton itu tidak lagi terserap.   

Soalnya Program Biodiesel ini baru didera persoalan saja, sudah berdampak kepada harga tender minyak sawit di Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN). Dari yang tadinya Rp11.300 perkilogram langsung anjlok ke Rp9.800 perkilogram. 

"Harga minyak sawit yang anjlok ini langsung connect kepada 17 juta petani sawit lho. Gimana pula kalau Program Biodiesel itu dihentikan," ujarnya.

Oleh karena sensitifnya industri sawit itu kata Gulat, semua pihak harus mau bersama-sama menjaga agar sawit itu berkelanjutan. 

Di Riau sendiri, upaya ini sudah dilakukan, bahkan oleh Kejaksaan Tinggi Riau (Kejati) dengan menyodorkan Program JAGA ZAPIN (zona perekonomian, perindustrian dan perkebunan) yang dilanjutkan dengan peluncuran program "Kebijakan Penegakan Hukum Kolaboratif dalam Mendukung Investasi dan Peningkatan Perekonomian Masyarakat di Sektor Perkebunan Sawit".

Saking seriusnya, Kejati Riau langsung menghadirkan 12 Kajari dan 12 Bupati/Walikota Se Riau untuk Komit mendukung ekonomi sawit Riau melalui MoU. 

"Kedua program ini sangat berhasil. Ini enggak lepas dari ketegasan Kajati Riau, Dr. Supardi, SH.,MH menjaga ekonomi masyarakat Riau yang 37% ekonomi Riau memang digendong oleh hulu-hilir sawit," ujar Gulat.

Kombinasi Jaga Zapin dan Penegakan Hukum Kolaboratif yang dilakukan Kejati Riau kata Gulat, telah membikin harga TBS Riau menjadi yang tertinggi se Indonesia pada 6 bulan terakhir dan Riau menjadi satu-satunya provinsi yang punya harga penetapan Disbun untuk mitra swadaya.

"Saya rasa, sudah saatnya pemerintah mengapresiasi investasi industri sawit nasional secara terukur. Ingat, ekonomi Indonesia bisa bangkit dan berlari dengan cepat usai pandemi, itu lantaran ditopang oleh industri kelapa sawit dan sawit telah menjadi "jenderalnya" ekonomi Indonesia," katanya. 

Dan patut pula dipahami bersama kata Gulat, bahwa  sesugguhnya, dunia sangat ketakutan dengan teknologi energi hijau (biodisel, bensin sawit, avtur). Sebab, teknologi energi hijau ini akan membikin suplai minyak sawit kepada mereka akan berkurang. 

"Kita juga patut waspada akan propoganda agen-agen asing yang sengaja 'dilepasliarkan' untuk merecoki strategi bioenergi minyak sawit Indonesia dengan berbagai modus" katanya.

"Yuk kita bangun satu pemahaman dan satu pandangan tentang sawit Indonesia bahwa Indonesia harus menjadi "jenderalnya" sawit dunia," pintanya.


 

Komentar Via Facebook :