https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Birokrat Ini Sambut Baik Kenaikan Harga TBS Sawit, Kendati...

Birokrat Ini Sambut Baik Kenaikan Harga TBS Sawit, Kendati...

TBS diangkut ke pusat pemasaran. (Dok. Elaeis)


Padang, elaeis.co - Kenaikan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di pasaran sejak beberapa waktu belakangan ini disambut baik oleh banyak kalangan, tidak terkecuali jajaran birokrat.

Ir. Nizam Ul Muluk M.Si., seorang birokrat, mengatakan senang dengan kondisi yag ada. "(Kenaikan harga TBS sawit) ini sudah  barang tentu cukup banyak pihak yang merasakan manfaat dan dampaknya secara positif," katanya kepada elaeis.co melalui sambungan telepon, Minggu (5/3).

Kendati demikian, menurut mantan Kepala Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Sijunjung, Sumbar, itu kondisi demikian belum tentu dinikmati oleh petani sawit rakyat, yang mengelola usaha perkebunannya secara swadaya.

"Mungkin masih banyak yang gigit jari," kata Nizam, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) itu.

Pasalnya, menurut Nizam, banyak kebun sawit dari kelompok swadaya yang tidak dipupuk dan dibiarkan begitu saja karena harga pupuk yang mahal dan langka.

Nizam mengklasifisikan kelapa sawit sebagai tanaman 'mewah,' yang tidak bisa setengah-setengah dalam mengurus dan mengelolanya, selain membutuhkan kapital yang cukup besar.

"Satu tahapan saja kita lalai, akibatnya bisa fatal," ujar Nizam kepada elaeis.co melalui sambungan telepon, Minggu (5/3), Nizam mencontohkan lalai saja pada tahapan pemupukan, hasil yang diperoleh dipastikan akan jauh dari harapan. "Sementara kita tahu sekarang harga pupuk sangat mahal di pasaran," tambah Nizam.

Belum lagi pada tahapan awal, yaitu pengadaan bibit. "Sekali-sekali jangan pernah dicoba memakai bibit yang tidak bersertifikat," sarannya.

Nizam menunjuk contoh kejadian ketika ia menjabat sebagai Kepala Distan di Sijunjung, beberapa tahun lalu. Seorang pemodal putera daerah yang menetap di Jakarta menanam investasi dengan membuka seluas 400 hektar kebun kelapa sawit di daerah Kamang Baru, Sijunjung.

Mengaku tidak tahu berapa investasi yang ditanam, Nizam mengatakan yang ia tahu untuk kepentingan pembukaan dan pengelolaan kebun itu pemodal dimaksud mempekerjakan sebanyak sembilan rumah tangga petani.

"Apa hasilnya?" tanya Nizam. "Nol besar. Jangankan untung, untuk balik modal saja tidak tercapai," ungkap Nizam, menjawab sendiri pertanyaannya.

Usut punya usut, kenang Nizam, ternyata untuk pengadaan bibit ke-400 hektar kebun sawit itu dilakukan secara asal-asalan, tidak dari jenis bibit unggul yang telah disertifikasi.

"Tergoda dengan harga murah, lalu bibit dibeli tidak menurut ketentuan yang seharusnya," beber Nizam.

Sementara untuk pengadaan bibit unggul yang telah disertifikasi, sambung Nizam, ada sejumlah mekanisme yang harus dilalui. "Ujung-ujugnya adalah cost yang besar," ungkapnya lagi.

Makanya, menurut Nizam, menyambut harga TBS yang semakin membaik belakangan, Nizam tidak yakin masyarakat kebanyakan yang bermodal cekak akan bisa menikmati dampaknya.
 

Komentar Via Facebook :