Berita / Nusantara /
Bukan KLHK dan GAPKI, DPR Bahas PSR dengan LSM
Medan, Elaeis.co - Rapat dengar pendapat umum yang digelar secara daring oleh Komisi IV DPR-RI kemarin menyisakan tanda tanya besar bagi Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategi Policy Institute (PASPI), Dr Ir Tungkot Sipayung. Tema yang dibahas adalah program peremajaan sawit rakyat (PSR), namun beberapa pihak yang terkait dan berkompeten tidak diundang.
“Komisi IV DPR-RI malah mengundang LSM seperti Greenpeace, Sawit Watch, serta Persatuan Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI). Aneh bagi saya, ini acara main main. Mau bahas PSR tetapi yang diundang tidak berkompeten. Ini DPR kerjanya ecek-ecek,” kata Tungkot kepada Elaeis.co.
Menurutnya, kalau mau bicara PSR, maka undangan prioritas adalah para petani sawit swadaya yang tergabung dalam Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE). “Para petani swadaya yang tergabung dalam SAMADE sejatinya adalah rakyat yang menjadi pemilik kebun sawit. Tapi kok SAMADE tak diundang,” ucapnya.
Untung saja Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Gulat ME Manurung, ikut bersuara dalam rapat itu. Dia memaparkan berbagai problem yang dihadapi anggota APKASINDO dalam menjalankan PSR. “Yang menjadi aktor utama dalam PSR adalah para petani anggota SAMADE, Aspek-PIR, dan APKASINDO,” jelas Tungkot.
Lucunya lagi, perwakilan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) juga tak ikut dalam rapat tersebut. Padahal, katanya, bicara PSR berarti bicara kemitraan yang saling membutuhkan antara petani dan pengusaha sawit. “GAPKI, yang jelas-jelas telah diminta pemerintah untuk bermitra dengan petani dalam PSR, juga tak diundang,” tukasnya.
Malah, wakil pemerintah, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian BPN/ATR, serta pemprov dan pemkab, juga tak ikut rapat. “Salah satu hambatan utama dalam PSR adalah masalah legalitas lahan kebun sawit rakyat. Seharusnya lembaga pemerintah yang terkait PSR diundang juga,” katanya.
Dia menduga ada yang tak beres di Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR-RI. “Apa iya Setjen DPR-RI tidak tahu ada asosiasi petani sawit bernama SAMADE dan Aspek-PIR? Atau asosiasi pengusaha bernama GAPKI, organisasi induk bernama Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI)? Tapi Greenpeace, Sawit Watch, dan POPSI, kok tahu,” tandasnya.
Ia malah curiga ‘dapur’ DPR-RI telah dikuasai oleh LSM anti sawit. “Hipotesis saya, ‘dapur’ DPR-RI telah dikuasai oleh LSM anti sawit. Sama seperti mereka menguasai KLHK dan lembaga pemerintah lainnya,” kata Tungkot.
“Kegagalan dalam meloloskan Rancangan Undang-undang Sawit dan mulusnya tujuh inpres yang mengekang sawit, seperti Inpres Moratorium Sawit, tentu tidak terjadi begitu saja,” pungkasnya.
Komentar Via Facebook :