https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Capaian PSR dan ISPO Rendah Bukan Karena Salah Petani

Capaian PSR dan ISPO Rendah Bukan Karena Salah Petani

Kebun sawit milik petani swadaya di Jambi diremajakan menggunakan dana PSR dadi BPDPKS. Foto: Febri/Elaeis.co


Jakarta, Elaeis.co - Sawit dalam kawasan hutan saat ini masih menjadi kendala utama bagi petani sawit untuk mendapatkan bantuan program peremajaan sawit rakyat (PSR). 

Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Dr Gulat Manurung mengatakan, persoalan kawasan menjadi penyebab utama yang membuat capaian PSR tahun 2021 ini sangat jauh dari target yang ditetapkan. 

"Terkait dengan PSR, 84 persen kami gagal usul. Dikembalikan berkas kami karena terindikasi dalam kawasan hutan. Belum lagi syarat-syarat lain, katanya cuma 2 syaratnya, tapi anak cucunya banyak kali," kata Gulat belum lama ini. 

Bukan hanya PSR, Gulat mengatakan bahwa kawasan hutan juga menjadi kendala utama petani untuk mendapatkan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).

"Kita bicara ISPO yang syarat pertamanya adalah legalitas. Bagaimana mungkin kami bisa ikut ISPO kalau di syarat pertama saja kami sudah tertabrak, sudah verboden," kata dia. 

Banyak juga, kata Gulat, petani yang tidak bisa mengurus Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan untuk Budidaya (STD-B), yang merupakan syarat untuk mendapatkan ISPO, lagi-lagi karena kebun mereka dalam kawasan hutan. 

"Kan tidak ada yang mengatakan STD-B tidak boleh dalam kawasan hutan. Kalau masalah SPPL (Surat Pemantauan Pengelolaan Lingkungan) ini bolehlah kami bisa belajar," tambah Gulat.

Gulat meminta pemerintah membantu petani sawit kecil dalam menyelesaikan masalah kawasan hutan karena ini merupakan kendala untuk mengurus berbagai bantuan serta ISPO. 

"Ayolah, mari kita sederhanakan, bantu petani, tidak usah terlalu banyak syaratnya. Ini juga agar target PSR pemerintah tercapai. Karena 100 persen petani yang ikut PSR itu tinggal pindah kamar ke ISPO, karena dokumennya sama," ujar Auditor ISPO itu. 

Gulat juga menyebutkan, berdasarkan berbagai riset yang dilakukan oleh sejumlah pihak, sawit petani sudah berkelanjutan dan bahkan lebih baik dari berbagai aspek. Hal ini tentu bisa menjadi pertimbangan pemerintah untuk menggesa percepatan PSR dan juga ISPO. 

"Setelah diuji oleh beberapa universitas dan lembaga riset, ternyata sawit rakyat itulah yang paling sustain. Baik dari segi ekologi, sosial, juga dari segi ekonomi. Tidak ada kendala di tiga aspek ini, hanya kami terbentur di aspek hukum tata kelola kehutanan," ujarnya. 

Menurutnya, dengan semakin tingginya jumlah petani yang mendapatkan sertifikasi ISPO, tentu akan dapat menghempang berbagai tudingan negatif yang dilontarkan terhadap sawit Indonesia. 


 

Komentar Via Facebook :