Berita / Nasional /
Catat Angka Rp600 T, Gapki: Devisa Negara dari Sawit di 2022 Capaian Tertinggi Sepanjang Sejarah
Pontianak, elaeis.co - Wakil Ketua Umum III Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Satrija B Wibawa mengatakan, industri sawit nasional memberikan peran yang sangat penting terutama dalam penerimaan devisa negara.
"Tahun 2022, devisa yang didapatkan dari sawit mencapai lebih dari US$ 39,07 miliar atau sekitar Rp600 triliun," ujar Satrija dalam Rapat Kerja Cabang Gapki di Kalimantan Barat (Kalbar), Selasa (25/7) kemarin.
Menurut Satrija, angka ini merupakan pencapaian ekspor tertinggi kelapa sawit sepanjang sejarah.
'Penerimaan devisa tersebut menjadikan neraca perdagangan RI tetap positif. Di samping itu, industri sawit juga menyerap sekitar 16,2 juta tenaga kerja serta mendukung pengembangan dan pertumbuhan wilayah," katanya.
Capaian yang berhasil didapat ini, ditambahkan, tak terlepas dari peranan kinerja industri di Kalimantan Barat yang merupakan daerah penghasil Sawit ke-4 tertinggi setelah Riau, Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah.
Satrija melanjutkan, kinerja yang penting tersebut perlu dijaga dan dirawat. Sehingga industri sawit benar-benar selain memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan devisa dan penyerapan tenaga kerja, namun juga berperan penting dalam mendukung pembangunan daerah.
“Tentunya kami mengharapkan kepada seluruh anggota Gapki di Kalbar untuk terus meningkatkan kinerjanya, sehingga dapat memberikan dukungan yang penting bagi pembangunan Kalimantan Barat,” harapnya.
Satrija menyebutkan, saat ini anggota Gapki seluruh Indonesia berjumlah 727 perusahaan. Total luas lahan perkebunan kelapa sawit yang tercatat mencapai 3,72 juta hektare.
Sedangkan di Kalbar sendiri, anggota Gapki tercatat hanya sebanyak 76 perusahaan, dengan luasan lahan perkebunan sekitar 281 ribu hektare.
Dari data statistik Ditjen Perkebunan, luas perkebunan di Kalimantan Barat tahun 2022 tercatat 2,48 juta hektare atau baru 11 persen dari perkebunan besar merupakan anggota Gapki.
Sedangkan Gapki sendiri telah menjadi mitra strategis pemerintah terutama dalam tata kelola perkebunan besar sawit yang baik. Karena itu, mestinya semua perusahaan sawit menjadi anggota Gapki.
“Untuk itu, kami sangat mengharapkan terus dukungan pemerintah daerah agar semua perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk dapat menjadi anggota Gapki,” ucap Satrija.
Ia juga menyampaikan, saat ini masih terdapat berbagai tantangan yang berpotensi menghambat kinerja dan peran penting industri kelapa sawit ke depan.
Di mana, di luar negeri tuntutan sustainability semakin meningkat. Seperti telah ditetapkannya EU Deforestation-free Regulation (EUDR).
Tentu, persoalan ini menjadi pekerjaan rumah agar pelaku usaha kelapa sawit menerapkan tata kelola yang baik, dan mengikuti standar keberlanjutan.
Sedangkan dalam negeri sendiri, industri sawit masih menghadapi berbagai tantangan. Seperti menurunnya tingkat produktivitas. Persoalan ini memicu perlambatan tanaman kelapa sawit melalui program PSR jalur kemitraan.
Menurut Satrija, berbagai tantangan itu mempengaruhi kinerja industri sawit ke depan. Kondisi tersebut tentunya harus benar-benar dapat menjadi pemahaman dan tantangan bersama.
"Sebab, bagaimanapun juga, industri sawit tetap dibutuhkan oleh dunia, baik untuk pangan, bioenergi maupun industri oleokimia yang permintaannya terus meningkat,” imbuh Satrija.
Komentar Via Facebook :