Berita / Bisnis /
CEO Astra Agro, Bisnis Olein dan Shirat al-Mustaqim
Jakarta, elaeis.co - Dari awal tahun 2022 sampai sekarang, lelaki 55 tahun ini sebetulnya ketar-ketir menjalankan bisnis Olein, khususnya minyak goreng (migor).
Saking ketar-ketirnya, Presiden Direktur Astra Agro Lestari Tbk ini sampai-sampai mengumpamakan bisnis Olein itu sama kayak sedang berjalan di jebatan 'Shirat al-Mustaqim'.
"Kalau enggak hati-hati, bisa masuk neraka kita. Kalau enggak hati-hati dalam pengelolaan dan pendistribusian, bisa kena tindak pidana korupsi (tipikor)," ujar Santosa dalam public exspose PT. Astra Agro Lestari Tbk, yang digelar secara daring jelang siang tadi.
Jebolan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini tidak sendirian melakukan expose itu, dia ditemani oleh salah seorang direkturnya, Mario Casimirus Surung Gultom, dan dipandu oleh Communications and Investor Relations Manager PT Astra Agro Lestari Tbk, Fenny Sofyan.
Tak ujug-ujug Santosa membikin perumpamaan tadi. Pertama, refinery yang terbangun setelah 2014, orientasinya adalah business to business.
Sekarang, oleh aturan main migor tadi, khususnya migor curah, refinery dihadapkan pada pola baru; business to consumen.
Lebih gendutnya Harga Pokok Produksi (HPP) migor ketimbang Harga Eceran Tertinggi yang dibikin pemerintah, menghadirkan dilema baru. Refinery harus berhubungan dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) kalau mau mendapat subsidi, agar tidak tekor. Maklum, harga Crude Palm Oil (CPO) yang menjadi bahan baku migor, sudah lebih dari Rp15 ribu, belum lagi biaya produksi dan distribusi.
Maka di sinilah perumpamaan jebatan 'Shirat al-Mustaqim' bakal terjadi. Sebab klaim yang dilakukan ke BPDPKS sama artinya berurusan dengan sistim keuangan negara.
Nah, kalau misalnya di lapangan terjadi penyelewengan oleh pengecer atau distributor yang notabene relasi dari refinery, maka refinery akan dianggap ikut terlibat tipikor, merugikan keuangan negara.
"Sebenar kami enggak punya kemampuan pendistribusian domestik ritel, apalagi sampai ke pasar basah. Melakukan yang kayak begitu enggak mudah. Lalu mencari distributor yang kredibel dan tidak menyeleweng, juga enggak mudah. Itulah makanya saya merasakan bahwa bisnis Olein saat ini sama kayak berjalan di jembatan Shirat al-Mustaqim. Enggak hati-hati, masuk neraka kita," serius mimik Santoso mengatakan itu.
Itu baru satu persoalan. Tadi Santosa bilang bahwa orientasi refinery adalah business to business. Ini berarti, kontrak-kontrak yang terjalin antara refinery dengan pembeli di luar negeri akan terganggu bila semua produksi refinery dialokasikan untuk kebutuhan domesti.
"Selain bermasalah dengan kontrak, kita juga dihadapkan pada isu perpajakan," kata Santosa tanpa mengurai lebih jauh isu perpajakan yang seperti apa yang dia sebut itu.
Yang bisa dipastikan adalah bahwa uraian Santosa di atas sekaligus menjadi klarifikasi atas banyaknya pemberitaan bahwa refinery hanya cari untung.
"Enggak semua begitu. Di Astra enggak ada itu. Astra malah siap mengalokasikan 100% produksi Olein nya untuk kebutuhan domestik. Tapi tentu harus dibantu juga koordinasi dari instansi pemerintah agar tidak menabrak perizinan-perizinan yang tadinya sudah diberikan kepada industri," pintanya.
Komentar Via Facebook :