https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Cerita Misterius DBH Sawit

Cerita Misterius DBH Sawit

Salah seorang petani sedang menumpuk hasil panennya. Minyak hasil panen ini yang kemudian jadi pungutan jika minyak itu diekspor. foto: ist


Jakarta, elaeis.co - Rancangan Undang-undang Harmonisasi Keuangan Pusat Daerah (RUU HKPD) sudah diketuk oleh senator di Senayan kemarin. 

Ini berarti aturan main yang sudah digodok sejak jaman Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu resmi menjadi Undang-Undang. 

Tapi ada yang aneh setelah UU itu disahkan, Dana Bagi Hasil Sawit pemicunya. Sebab tentang yang satu ini ceritanya simpang siur. 

Sumber elaeis.co yang dekat dengan orang-orang di 'Lapangan Banteng' menyebut bahwa sejumlah orang-orang di sana malah heran dengan bahasa 'DBH Sawit' itu.

Lalu Abdul Wahid, anggota Komisi VII yang baru hijrah ke komisi XI menyebut kalau cerita DBH sawit tidak ada dalam UU yang disahkan itu. 

Di sisi lain, beredar pula cerita bahwa DBH Sawit itu ada dan sumbernya dari duit Pungutan Ekspor (PE) yang selama ini dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Itu pula yang membuat Gubernur Riau, Syamsuar sumringah dan mengucap terimakasih kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.  

Hanya saja, pejabat di BPDPKS memilih 'pelit' bicara soal ini. "Kebijakan itu wewenang pusat. Tentunya kembali ke pusat besaran DBH itu seperti apa," ujar salah seorang pejabat di sana. 

Sinyal 'berapa besaran' ini pula barang kali yang membuat auriga.or.id berani menebar simulasi hitungan bagi-bagi duit PE itu ke daerah. 

"Pusat 20% dan daerah 80%. Yang 80% tadi, untuk provinsi 16% dan kabupaten kota 64%," begitu hasil simulasi yang sudah beredar itu.

Dan kalau simulasi ini benar, maka Riau akan mendapat DBH paling bongsor, sekitar Rp2,4 triliun. Ini terjadi lantaran luas tutupan sawit di Riau paling luas di Indonesia, mencapai 3,3 juta hektar. 

Tapi jika betul PE itu yang bakal dibagikan ke semua daerah penghasil sawit, bisa dipastikan duit tadi akan ludes. 

Program Biodiesel yang selama ini menyerap duit PE paling bongsor itu --- tahun 2019 61,82%  dan PSR hanya 6,9% --- bisa jadi akan 'kiamat'.

Lagi-lagi pejabat di BPDPKS memilih diam dengan asumsi itu.  



 
 

Komentar Via Facebook :