Berita / Feature /
Cerita Nelangsa Bukit Batabuh
Salah satu KHL Bukit Batabuh. Foto: Dok. KPH Kuansing.
Pekanbaru, elaeis.co - Kalau dirunut dari cerita Abriman, Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kuantan Singingi, Provinsi Riau ini, wajar kalau kawasan hutan, baik itu Hutan Lindung, Konservasi maupun Suaka Margasatwa, lama kelamaan akan tinggal cerita.�
Tinggal cerita lantaran pertama, hutan itu hanya ditunjuk lewat Surat Keputusan (SK). Misalnya Kawasan Hutan Lindung (KHL) Bukit Betabuh yang ditunjuk pakai SK 73 tahun 1984. Saat itu luas KHL ini mencapai 82.300 hektar. ��
Belakangan, KHL ini ditunjuk pula melalui SK 878 tahun 2014 tentang Kawasan Hutan Riau. Tidak jelas berapa luas yang ditunjuk, apalagi yang ditetapkan.
Sebab kalau merujuk pada putusan MK 45 tahun 2011, frasa 'ditunjuk' sudah tidak berlaku lagi dan ini berarti, KHL Bukit Batabuh itu sudah musti ditetapkan atau dikukuhkan untuk mendapat kepastian hukum.�
Tapi boro-boro akan mengukuhkan KHL itu, melalui sambungan telepon kepada elaeis.co tadi malam, Abriman cerita kalau selama ini, yang menjaga KHL Bukit Batabuh yang sisa tutupan hutannya tinggal sekitar 10 ribu hektar itu, cuma 5 orang Polisi Kehutanan tanpa sarana dan prasarana yang memadai.
"Mobil patroli hanya satu. Motor Tracker juga satu. Itulah yang kami pakai untuk melintasi medan yang terjal dan berbatu. Kalau mau patroli, kadang duit beli minyak enggak ada. Itulah makanya untuk mengakali biar bisa patroli, saat patroli Karhutla, sambilan lah kami patroli ke dalam sana," ujarnya.�
��
Versi Abriman, luas KHL Bukit Batabuh yang terletak di tiga wilayah; Kuantan Mudik, Hulu Kuantan dan Kecamatan Pucuk Rantau itu mencapai 42.500 hektar.
Tapi sekitar 30 ribu hektar dari luasan kawasan yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) itu, sudah berubah menjadi kebun kelapa sawit dan karet. Diperkirakan perubahan tutupan hutan di sana sudah dimulai sejak lebih dari 10 tahun terakhir.�
"Sudah lama digarap dan dikuasai oleh sejumlah masyarakat. Persisnya kita tak tahu siapa yang melakukan penggarapan. Ada yang luas dikuasai, ada yang sedikit," Abriman merinci.�
Kalau KHL ini tidak diperhatikan serius kata Abriman, bukan tidak mungkin semua tutupan hutan akan berubah menjadi sawit atau karet.�
"Selama ini kita terkendala dianggaran dan sarana prasana. Ini masalah yang paling berat," katanya.
Pakar Hukum Kehutanan Dr. Sadino menyebut, berubahnya KHL Bukit Betabuh menjadi kebun sawit dan karet menjadi bukti kalau selama ini otoritas kehutanan telah melakukan pembiaran.�
Itu kalau hutan lindung nya sudah dikukuhkan. Kalau belum dikukuhkan, tentu kawasan hutan lindung itu belum mempunya kekuatan hukum tetap.
"Terlepas dari sudah atau belum dikukuhkan, pembiaran sudah terjadi. Kalau enggak ada pembiaran, enggak mungkin sawit sampai berbuah," katanya kepada elaeis.co, kemarin.�
Sekarang setelah kondisinya seperti itu kata Sadino, tidak bisa lagi aparat maupun otoritas kehutanan serta merta melakukan pengusiran.
"Sawit atau karet yang sudah tumbuh di kawasan hutan sebelum Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) disahkan, diselesaikan dengan PP 23 dan 24 tahun 2021 dan tidak ada sanksi pidana di sana," tegasnya.
�







Komentar Via Facebook :