Berita / Bisnis /
Cerita Pupuk Organik di Inhu, Tetap Stabil Meski Diguncang Covid-19
INHU, Elaeis.co - Pelaku pembuatan pupuk organik berbahan baku limbah kelapa sawit seperti abu jangkos dipadu dengan bahan lainya di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau masih aman dalam penjualan selama pandemi Covid-19.
Hal tersebut diungkapkan oleh Nicko, pelaku usaha pupuk organik yang tinggal di Desa Bukit Meranti, Kecamatan Seberida, Inhu saat dikonfirmasi Elaeis.co pada Kamis (12/8).
Ia mengatakan, permintaan pupuknya yang bermerk Sarana Tani Utama (STU) masih normal. Pasalnya, cocok untuk semua tanaman, sehingga petani berminat mengunakan pupuk organik buatannya tersebut.
"Permintaan kebanyakan berasal dari luar daerah, seperti Kerinci Kabupaten Pelalawan hingga ke Provinsi Jambi," kata dia.
Nicko menjelaskan, saat ini pihaknya kerap melayani petani holtikultura dibandingkan petani kebun kelapa sawit. Padahal sebelumnya diprediksi petani kelapa sawit lebih memakai pupuk STU.
Namun, lanjut Nicko, entah kenapa akhir-akhir ini pada saat harga TBS kelapa sawit moncer permintaan petani sawit berkurang. "Kurang. Lebih banyak akhir-akhir ini petani holtikultura," kata dia.
Nicko menjelaskan, pabrik STU miliknya mampu memproduksi 10 ton pupuk organik plus per hari. Sementara harganya, kalau di pabrik Rp130.000 per karung. Harga ini mengalami kenaikan dibandingkan tahun lalu yang hanya Rp 110.000 per karung. Kenaikan harga terjadi karena bahan baku yang dibutuhkan juga mengalami kenaikan.
"Rata-rata pupuk yang kami produksi, pemasarannya ke para kelompok tani. Ya, satu kelompok tersebut memesan paling tidak 8 ton, bahkan mencapai 20 ton," kata dia.
Nicko mengatakan, pabrik pupuk organik ini didirikan pertama kali oleh almarhum ayahnya Mufid pada tahun 2009. Almarhum Mufid yang lahir di Wonosobo, Jawa Tengah 24 November 1955 silam itu merupakan warga Transmigrasi.
Munculnya usaha ini awalnya karena waktu itu banyak petani mengeluh mahalnya harga pupuk. Almarhum Mufid pun berinisiatif membikin pupuk organik hingga pada akhirnya meraih predikat teladan tingkat nasional pada tahun 1988 karena mendirikan pabrik pupuk alam.
"Dulunya, jumlah produksi pupuk baru 4 sampai 5 karung per hari. Namun seiring perjalanan waktu, produksi pupuk yang dihasilkan terus mengalami peningkatan. Bahkan pemasarannya sudah sampai ke Dharmasraya, Kabupaten Pelalawan, Sungai Pagar, Kandis, Dumai, Pekanbaru hingga ke Provinsi Jambi," terangnya.
Proses produksi pupuk yang dihasilkan pabrik STU ini dilakukan secara manual. Dimana campurannya terdiri dari pupuk kandang, limbah pabrik PKS, kapur, dolomit serta mikroba. Komposisi terbanyak adalah kotoran ternak yakni 70 persen. Sedangkan campurannya 30 persen.
"Untuk bahan baku mikroba bikin sendiri. Dimana campurannya ada terasi, bongkol pisang dan bunga-bungaan. Selanjutnya diolah dan kemudian diperbanyak menggunakan air gula dan tetes air tebu. Jadi pupuk ini pakai mikroba. Sedangkan bahan baku limbah PKS berupa abunya," kata dia.
"Jadi, kalau memakai pupuk ini pasti untung. Sebab kualitasnya baik dan harganya juga murah. Kalau saya tengok-tengok selama ini, petani kadang untung kadang nggak. Kalau harga sawit murah, petani menjerit ditambah lagi pupuknya mahal," kata dia.
Komentar Via Facebook :