Berita / Nusantara /
Coming Soon! 'Arena Perang' Bukti Kawasan Hutan
Nusa Dua, elaeis.co - Semakin hari, cerita soal klaim kawasan hutan yang sedang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap kebun kelapa sawit, semakin seru dan ruwet.
Dibilang ruwet lantaran skema yang dibikin KLHK sebagai syarat untuk melepas klaim kawasan hutannya, teramat berliku dan membikin pusing.
Selain syarat yang jumlahnya bertambah, banyak pula lahan kebun sawit yang sudah berstatus Hak Guna Usaha (HGU) atau telah punya izin lokasi dan Izin Usaha Perkebunan (IUP), justru dimasukkan dalam skema 110B; membayar sejumlah denda dan kebun sawit itu hanya boleh dikuasai oleh pelaku sawit selama satu daur, terhitung sejak sawit ditanam.
Soal perizinan tadi, Pakar Hukum Kehutanan, Dr. Sadino mencontohkan begini; di satu daerah ada kebun sawit seluas 1.200 hektar, statusnya sudah HGU, tapi diklaim dalam kawasan hutan. Cuma 450 hektar dari luasan kebun itu yang masuk dalam skema 110A, sisanya dilempar ke skema 110B.
Bagi Sadino, cara-cara yang dilakukan oleh KLHK ini sudah kelewatan, sudah melampaui wewenang nya. "Ada juga info, bahwa 2.400 hektar kebun sawit yang sudah punya Izin lokasi, IUP dan izin lingkungan dimasukkan dalam skema 110B hanya lantaran mengacu pada tata ruang yang tidak konsisten," ujarnya di sela acara IPOC 2023 di Nusa Dua Bali, tadi siang.
Padahal kata ayah empat anak ini, dalam UUCK sudah jelas dibilang bahwa kebun sawit yang diklaim dalam kawasan hutan tapi telah memiliki izin lokasi dan/atau IUP, masuk dalam skema 110A, bukan 110B.
Celakanya, sudahlah lahan 2.400 hektar tadi masuk dalam skema 110B, denda yang musti dibayarkan tak tanggung-tanggung pula; mencapai Rp134 miliar.
Ini berarti, denda per hektar yang musti dibayarkan oleh pemilik kebun sawit itu mencapai Rp55,83 juta bahkan bisa jadi hingga Rp60 juta per hektar.
"Ini berarti, kalau yang diklaim di kawasan hutan itu usahanya kecil, UUCK ini telah sengaja membangkrutkan pelaku usaha sawit," tuding Sadino.
Yang semakin membikin puyeng lagi, HGU bisa hilang lantaran kebun sawit nya masuk skema 110B. Kalau sudah begini, yang punya HGU alamat musti membayar denda 110A dan 110B yang nominalnya sangat besar.
Semua cerita di atas lah yang kemudian membikin cerita klaim kawasan hutan ini bakal menjadi semakin seru.
Sebab bakal banyak pemilik kebun yang tak terima dengan cara-cara KLHK menjalankan UUCK. Lantaran tidak terima, mereka kemudian memboyong persoalan ini ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Alasannya sederhana saja; KLHK telah menyimpang dari semangat UUCK itu sendiri.
"Produk KLHK itukan produk pejabat TUN yang akan menjadi obyek Tata Usaha Negara. Itu bisa menjadi objek sengketa. Yang paham dengan produk KLHK ini dan kemudian keberatan, tentu akan membawa persoalannya ke PTTUN. Kalau ini sudah terjadi, PTTUN akan berubah menjadi 'arena perang' alat bukti dan KLHK musti bisa mempertahankan bahwa pengukuhan kawasan hutannya sudah benar dan penerapan UUCK juga sudah benar," kata lelaki juga berprofesi pengacara ini.
Sebab yang keberatan kata dosen ilmu hukum di Universitas Al-Azhar Jakarta ini, tentu akan menyodorkan semua bukti-bukti yang dia punya demi mempertahankan haknya, termasuk bukti-bukti kalau kebun sawit yang diklaim KLHK sebagai kawasan hutan itu, ternyata belum dikukuhkan, tapi baru sebatas penunjukan saja.
"Di PTTUN itu nanti, yang keberatan dan yang digugat memang akan saling buka-buka dokumen dan bukti. Di situlah nanti akan ketahuan siapa yang betul," terangnya.
Lantaran ini adalah sengketa, prosesnya menurut Sadino dipastikan tidak akan sebentar. "Paling cepat satu tahun. Kalau sudah kayak begini, sampai rezim saat ini berakhir pun, KLHK enggak bakal menghasilkan apa-apa, bakal zonk," katanya.
Kalau di PTTUN KLHK tidak bisa mempertahankan kebenaran pengukuhan kawasan hutannya --- seperti yang disyaratkan oleh undang-undang khususnya Pasal 15 UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan --- boro-boro akan dapat duit Rp134 miliar dari lahan yang 2.400 hektar itu, KLHK justru enggak bakal dapat duit sepeserpun.
"Ingat, kegaduhan sudah terjadi akibat produk KLHK ini, kalau kemudian produk itu menjadi sengketa dan KLHK kalah, maka ratusan miliar duit yang dihabiskan untuk urusan kawasan hutan ini, akan menjadi sia-sia. Kalau sudah begitu, sama saja KLHK telah merugikan negara dan itu harus ditelisik oleh Aparat Penegak Hukum," pinta Sadino.
Komentar Via Facebook :