Berita / Sumatera /
CPO dari Daerah ini Dikhawatirkan Tak Bisa Dijadikan Biodiesel
Lhokseumawe, elaeis.co – Perusahaan yang tersertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) di Kabupaten Aceh Utara masih sangat minim. Kondisi ini dikhawatirkan mempengaruhi industri sawit di daerah itu karena minyak sawit (CPO) yang dihasilkan tak bisa jadi bahan baku biodiesel.
Merasa isu ini sangat penting, tim peneliti dari Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh (unimal) Lhokseumawe menggelar Focus Group Discussion (FGD) pentingnya penerapan ISPO pada perusahaan kelapa sawit dan pengaruhnya terhadap pengembangan industri biodiesel di Aceh Utara.
Tim peneliti itu terdiri dari Prof Dr Jamaluddin, Dr Faisal, Dr Elidar Sari, dan Jumadiah MHum. “FGD ini diharapkan mendapatkan masukan dan penyempurnaan sehingga didapatkan hasil dan rekomendasi yang terbaik,” jelas Jamaluddin, ketua tim peneliti, melalui keterangan resmi Humas Unimal.
Dia menyebutkan bahwa Presiden Jokowi telah menerbitkan Perpres No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dan PP No. 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Sawit Berkelanjutan Indonesia untuk mempercepat proses sertifikasi ISPO bagi perusahaan kelapa sawit, terutama dalam menghasilkan CPO yang diolah menjadi biodiesel.
"Poin pentingnya, sertifikasi ISPO berpengaruh pada CPO yang akan dijadikan biodiesel," katanya.
Meski tenggat sertifikasi ISPO tak sampai tiga tahun lagi, sejauh ini masih sedikit perusahaan di Aceh Utara yang disertifikasi. "Untuk wilayah Kabupaten Aceh Utara, dari 4 pabrik kelapa sawit (PKS), hanya 1 yang sudah memiliki sertifikasi ISPO. Sementara 3 lainnya belum dan masih dalam proses,” ungkapnya.
"Sedangkan untuk perusahaan perkebunan kelapa sawit, belum satupun memiliki sertifikat ISPO," tambahnya.
Dia berharap pemerintah daerah terus mendorong agar semua perusahaan sawit di daerah tersebut bisa mendapatkan sertifikat ISPO.
"Kehadiran perusahaan kelapa sawit di Aceh Utara diharapkan mampu menumbuhkembangkan perekonomian negara, daerah, dan masyarakat. Terutama pada pengembangan CPO yang dapat dijadikan biodiesel serta meminimalisir efek negatif terhadap lingkungan," tukasnya.
Asisten II Setdakab Aceh Utara, Risawan Bentara MT, sepakat bahwa sertifikasi harus dimassifkan untuk menjamin kualitas dan produktivitas perkebunan sawit.
"Itu sejalan dengan instruksi Bupati Aceh Utara Nomor 548 Tahun 2016 tentang Moratorium Sawit. Pemda lebih memfokuskan pada peremajaan sawit dan peningkatan kualitas, bukan pada pemberian izin perluasan perkebunan," tegasnya.
Komentar Via Facebook :