https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Dampak Sawit Petani Aceh Belum 'Nendang'

Dampak Sawit Petani Aceh Belum

Penandatanganan MoU DPW Apkasindo Aceh-Universitas Syiah Kuala dan Universitas Teuku Umar Aceh yang didukung oleh DPP Apkasindo. Foto: ist


Aceh, elaeis.co – Kalau ditengok dari luasan kebun kelapa sawit rakyat di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang mencapai 44,92% dari total 535.002 hektar, mestinya luasan itu sudah berdampak yang luar biasa bagi ekonomi provinsi ‘pucuk sumatera’ itu. 

Sebab menurut Ketua DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung, analogi sawit rakyat vs sawit korporasi terhadap multi player effect adalah 1:1.000. 

Artinya, 1 hektar saja kebun sawit rakyat, sudah memberikan dampak yang luar biasa kepada petani dan masyarakat sekitar. Dampak luasan itu setara dengan 1000 hektar kebun sawit yang diusahai korporasi. 

Hanya saja, dampak yang disebut oleh kandidat doktor ilmu lingkungan Universitas Riau ini belum ‘nendang’ lantaran produktifitas kebun kelapa sawit rakyat di Aceh hanya sekitar 30%-60% dari produksi normal. 

“Penyebabnya adalah faktor umur, jenis bibit yang tidak hybrid, dan rendahnya pemahaman petani akan aspek Good Agriculture Practice (GAP),” ayah dua anak ini mengurai persoalan itu kepada elaeis.co, tadi siang. 

Memang kata Gulat, produksi segitu tadi tetap masih bisa membikin ekonomi Aceh terus menggeliat ketimbang provinsi yang tak punya sawit, selama pandemi covid-19. 

Tapi kalau produksi segitu dibiarkan berlama-lama kata Gulat, para petani enggak akan bisa sejahtera. Itulah makanya satu-satunya jalan adalah, ikut program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). 

Alasannya itu tadi, sudah masuk pada faktor yang membuat kebun sawit harus diremajakan. Sebab menurut Gulat, sederet alasan kebun sawit musti diremajakan antara lain; faktor umur (66%), jenis bibit yang tidak hybrid (22%), populasi perhektar sangat rendah (8%), dan factor lain 4%.

"Kalau petani Aceh ikut PSR, otomatis produksi Tandan Buah Segar (TBS) yang tadinya hanya sekitar 10-12 ton per hektar pertahun, menjadi sekitar 24 ton per hektar pertahun. Rendemen (kadar minyak) nya pun akan bisa di atas 24%. Kalau sudah begini, petani akan bisa sejahtera," Gulat yakin.



 

Komentar Via Facebook :