https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Dana PSR Diduga Diselewengkan, Begini Modusnya

Dana PSR Diduga Diselewengkan, Begini Modusnya

Ilustrasi peremajaan kebun sawit (Kementan)


Jakarta, Elaeis.co - Tim Penyelidik Bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi (kejati) Aceh meningkatkan status dugaan penyimpangan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Kabupaten Nagan Raya ke tahap penyidikan. Koperasi Perkebunan Sejahtera Mandiri dan Dinas Perkebunan Nagan Raya diduga menyelewengkan anggaran senilai Rp 12,5 miliar.

Kasi Penkum dan Humas Kejati Aceh, H Munawal Hadi MH mengatakan, tindak pidana korupsi itu dilakukan dengan beberapa cara. Diantaranya, tim peremajaan Dinas Perkebunan Nagan Raya tidak melakukan verifikasi kebenaran Rencana Anggaran Biaya sebagaimana Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor 29/KPTS/KB.120/3/2017.

Selain itu, tim peremajaan Dinas Perkebunan juga tidak melakukan identifikasi dan verifikasi terhadap kebenaran lahan yang akan diremajakan. Sehingga legalitas lahan yang sebagian besar hanya berdasarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang ditandatangani oleh kepala desa diragukan keabsahannya.

“Karena berpotensi masuk ke dalam wilayah Hak Guna Usaha perusahaan dan kawasan hutan seluas 500 hektar, dan berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp 6,5 miliar,” katanya, seperti dikutip Analisaaceh.com, kemarin.

“Selanjutnya terdapat lahan kosong atau tidak ada pohon sawit di atas lahan milik pekebun yang tergabung di dalam Koperasi Perkebunan Sejahtera Mandiri sebanyak lebih kurang 30 hektar,” tambahnya.

Pada saat penarikan dana peremajaan tahap pertama dan tahap selanjutnya, kata Munawal, pihak Koperasi Perkebunan Sejahtera Mandiri tidak melampirkan bukti atau salinan tagihan, surat penetapan petugas pendamping untuk melakukan verifikasi dan rekomendasi dari Kepala Dinas Perkebunan Nagan Raya, serta laporan realisasi dari koperasi.

“Tidak sesuai sebagaimana ketentuan perjanjian kerja sama penyaluran dana peremajaan perkebunan kelapa sawit antara Koperasi Perkebunan Sejahtera Mandiri dengan Bank Syariah Mandiri dan BPDPKS,” bebernya.

Hal tersebut juga tidak sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) Perjanjian Kerja Sama Penyaluran Dana Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit antara koperasi tersebut dengan Bank BNI dan BPDPKS. Klausulnya, penarikan dana peremajaan perkebunan kelapa sawit hanya dapat dilakukan setelah pihak kedua (PT. BNI) mendapatkan bukti atau salinan tagihan serta laporan kemajuan pekerjaan dari pihak pertama yang sudah diverifikasi dan direkomendasi oleh petugas pendamping.

“Berdasarkan keterangan dan dokumen yang diserahkan sekretaris Koperasi Produsen Jaya Mandiri kepada tim penyelidik, pada saat penarikan dana peremajaan tahap pertama tersebut pihak Koperasi Perkebunan Sejahtera Mandiri tidak ada melampirkan bukti atau salinan tagihan ataupun surat penetapan petugas pendamping untuk melakukan verifikasi dan rekomendasi dari Kepala Dinas Perkebunan Nagan Raya. Namun pihak Bank BNI tetap mencairkan permohonan pencairan anggaran sebesar Rp 1.247.000.000,” jelasnya.

Dana peremajaan kebun kelapa sawit itu juga dipakai Ketua Koperasi Perkebunan Sejahtera Mandiri untuk pembayaran honor pengurus koperasi. Menurut Munawal, hal tersebut bertentangan dengan Keputusan Dirjen Perkebunan Nomor 29 / Kpts /KB.120/3/ 2017 yang menerangkan pendanaan operasional pelayanan diusulkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan dengan sistem pertanggungjawaban menurut tata cara DIPA BPDPKS.

“Dana yang diperuntukan bagi kegiatan pertemuan, pembinaan, pengawasan dan koordinasi, bukan diusulkan oleh koperasi ataupun poktan/gapoktan,” katanya.

Komentar Via Facebook :