https://www.elaeis.co

Berita / Iptek /

Data Lahan Sawit Selalu Berbeda, BRIN Kembangkan Teknologi GEOMIMO dan Dikerjasamakan dengan NASA dan Google

Data Lahan Sawit Selalu Berbeda, BRIN Kembangkan Teknologi GEOMIMO dan Dikerjasamakan dengan NASA dan Google

Inilah data luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2021 menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Foto: dok. BPS/repro UGM.


CIBINONG, elaeis.co - menandakan betapa luasnya lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini, baik milik petani, pengusaha swasta di dalam dan luar negeri, maupun milik badan usaha milik negara (BUMN)? 

Tidak ada yang tahu pasti! Semua pihak yang ada di dalam pemangku kepentingan sawit nasional memiliki data masing-masing yang berbeda satu sama lain, dan lebih banyak didasarkan pada perkiraan semata.

Bahkan data final juga belum berhasil ditetapkan dalam Sistem Informasi Perizinan Perkebunan
(SIPERIBUN) meskipun telah digulirkan sejak dua tahun terakhir oleh kalangan pemerintah pusat.

Baca juga: GPPI Berangkatkan Penggiat Rumah Tamadun Binaan SAMADE dan Peneliti BRIN ke Washington

Padahal, kita tahu, SIPERIBUN merupakan suatu sistem informasi berbasis teknologi, dikembangkan dan dikelola oleh Direktorat Jenderal Pekebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian (Kementan), serta bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kantor Staf Presiden (KSP).

Perbedaan data luas lahan sawit atau subsektor pertanian lainnya seperti persawahan dari berbagai institusi pada akhirnya seringkali memicu kebingungan dan kesalahan saat dilakukan pengambilan keputusan. 

Lalu, bagaimana cara mengetahui data pasti luas lahan sawit dan subsektor pertanian lainnya? Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berupaya menjawab pertanyaan dan tantangan di atas.

Baca juga: Peneliti BRIN Berhasil Konversi Limbah Sawit Jadi Mikrokristalin Selulosa, ini Gunanya

Kepala Pusat Riset Geoinformatika (PRG) BRIN, Rokhis Khomarudin, dalam sebuah diskusi secara berani yang bertajuk "Professor Talk" dan digelar belum lama ini, mengungkapkan langkah-langkah yang tengah dicapai.

BRIN, kata Rokhis, seperti dikutip elaeis.co , Sabtu (7/9/2024), saat ini tengah mengembangkan sebuah sistem teknologi yang disebut geoinformatics multi input multi output Indonesia (GEOMIMO). 

 

BRIN, ungkapnya, juga telah menjalin berbagai kemitraan baik dengan lembaga dalam maupun luar negeri, seperti JAXA, NASA, dan Google, untuk terus mengembangkan teknologi GEOMIMO ini.
 
Pihaknya yakin dengan kolaborasi ini, GEOMIMO akan mendukung perkebunan sawit yang berkelanjutan, ketahanan pangan, kehutanan, keamanan di kawasan pantai utara (Pantura) Pulau Jawa, rencana tata ruang dan deteksi pemukiman kumuh, serta aspek lingkungan dan perlindungan.

Rokhis menegaskan bahwa GEOMIMO berbasiskan ilmu geoinformatika, sebuah bidang keilmuan yang mengintegrasikan ilmu komputer, sistem informasi, dan geografi.

Baca juga: BRIN Kaji Penggunaan Sawit untuk Pakan Ternak Ayam. Ini Tujuannya!

Tujuannya, ujar Rokhis, untuk mengatasi permasalahan kebumian yang kompleks dengan memanfaatkan big data, machine learning, dan kecerdasan buatan (AI). 

Perlu diketahui, BRIN sendiri telah memiliki Pusat Riset Geoinformatika (PRG) yang berada di bawah Organisasi Riset Elektronika dan Informatika (OREI)," beber Rokhis Khomarudin.

Dirinya kemudian menejaslkan, penelitian dalam bidang geoinformatika di BRIN dibagi menjadi empat kelompok utama, yakni geodata, geokomputasi, geoinformasi, dan geovisualisasi.

Baca juga: BRIN Jalankan Riset untuk Tingkatkan Produksi Biogas di PTPN IV

“Kelompok geodata fokus pada transformasi data mentah menjadi data siap pakai untuk penginderaan jauh dan spasial siap pakai,” kata dia. 

“Geokomputasi fokus pada penginderan data jauh menjadi data informasi spasial. Geoinformasi menjadi informasi pengetahuan geografi dan pemodelan aplikasi tertentu,” ucapnya.

 

Kemudian, sambung Rokhis, geovisualisasi dan infrastruktur geoinformatika fokus pada visualisasi informasi geografis dan pengembangan antarmuka komputer manusia.

Rokhis menuturkan, saat ini teknologi penginderaan jauh dan geoinformatika terus mengalami perkembangan yang pesat, terutama dalam hal resolusi spasial dan revisi waktu. 

Perkembangan ini membuka berbagai peluang baru dalam pemanfaatan data satelit untuk berbagai kebutuhan, mulai dari pemetaan hingga analisis lingkungan.

“Dulu, revisi waktu citra satelit bisa memakan waktu hingga 20 hari, sekarang kita bisa mendapatkan data baru kurang dari satu hari,” ujar Rokhis. 

Baca juga: Perakitan Varietas Unggul Palma Selain Sawit Masih Minim, BRIN Genjot Riset

Hal ini didukung oleh kerja sama internasional dalam pengembangan konstelasi satelit, serta kemajuan dalam teknologi satelit mikro dan nano yang memungkinkan pengumpulan data secara lebih efisien.

Selain itu, ia menambahkan, platform berbagi data dan engine atau mesin pemetaan juga terus berkembang hingga saat ini dan di masa mendatang. 

Teknologi GEOMIMO ini, ucap Rokhis, memungkinkan pengolahan data secara global, termasuk dengan berbaai aplikasi seperti Global Forest Watch, yang mampu menampilkan informasi terkait kondisi hutan di seluruh dunia. 

Atau aplikasi seperti Copernicus EO Browser dan Google Earth Engine (GEE) juga memberikan kontribusi signifikan dalam menyediakan informasi spasial yang cepat dan akurat.

 

“Google Earth Engine tidak hanya menyediakan data, tetapi juga memungkinkan kita membuat skrip untuk proses pengolahan data, menjadikannya alat yang sangat luar biasa untuk para peneliti,” beber Rokhis. 

“Teknologi geoinformatika telah menjadi bagian penting dari kehidupan kita, mulai dari memilih rute perjalanan hingga memonitor kondisi lingkungan,” tutur Rokhis melanjutkan.

Kata dia, teknologi ini juga digunakan dalam pemantauan pertanian global, seperti oleh platform Crop Monitoring untuk mengatasi kelaparan di Afrika, serta analisis kebencanaan, seperti oleh Fastflood, yang digunakan untuk mendeteksi potensi banjir dengan akurasi tinggi.

“Namun, tantangan dalam penerapan teknologi ini di Indonesia masih ada, terutama terkait dengan tumpang tindih informasi dan pengambilan keputusan yang kurang akurat,” ujar Rokhis menyindir.

Baca juga: Sampel Air Nira Batang Sawit dari Sungai Aua Diuji di Laboratorium BRIN, ini Tujuannya

Menurutnya, Indonesia adalah negara yang sangat luas dengan keanekaragaman hayati yang besar, sehingga masih banyak tantangan dalam pengambilan keputusan yang akurat.

Oleh karena itu, Rokhis kembali mengingat bahwa GEOMIMO adalah sebuah sistem yang dirancang untuk mengintegrasikan berbagai sumber data, termasuk yang terkait dengan luas perkebunan sawit.

“Baik mulai dari data citra satelit hingga data hasil penelitian lapangan, dalam satu platform yang bisa diakses oleh berbagai pengguna, baik untuk keperluan penelitian, pengambilan keputusan, hingga aplikasi publik,” jelasnya.

Harapannya ke depan, teknologi penginderaan jauh dan geoinformatika dapat semakin membantu dalam menghadapi berbagai isu strategi di Indonesia.

 

“Apakah itu isu pertanian dan perkebunan, isu ketahanan pangan, penanganan kebencanaan, mauoun yang terkait dengan isu pelestarian dan keamanan,” ucap Rokhis.

“Dengan teknologi ini, kita bisa mendapatkan informasi yang cepat, murah, dan akurat, yang tentunya sangat penting dalam pengambilan keputusan yang tepat,” tegas Rokhis Khomarudin selaku Kepala PRG BRIN.

Komentar Via Facebook :