Berita / Serba-Serbi /
Daya Beli Masyarakat Sumut Turun, Sawit Salah Satu Pemicunya
Medan, elaeis.co – Lebaran yang baru saja usai telah membuktikan melemahnya daya beli masyarakat Sumatera Utara (Sumut). Temuan ini tercermin dari belanja masyarakat yang menurun.
“Aktivitas belanja masyarakat baru mulai terlihat dua pekan sebelum Idul Fitri. Dan penjualan ritel di wilayah Sumut mengalami penurunan di Idul Fitri tahun ini dibandingkan dengan sebelumnya. Inilah gambaran penurunan daya beli yang paling menonjol,” kata pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin.
Menurutnya, omzet sejumlah pedagang pakaian dan alas kaki, makanan dan minuman, maupun barang tahan lama lainnya, terkoreksi di tahun ini. "Dari studi yang saya lakukan, penurunan daya beli ini dipengaruhi oleh sisi pendapatan yang tak kunjung membaik atau mampu mengimbangi kenaikan harga kebutuhan hidup. Bahkan sebagian masyarakat menyatakan pendapatan justru menurun di tahun ini,” katanya.
Menurutnya, ada beberapa penyebab turunnya daya beli masyarakat Sumut. "Penurunan harga sawit menjadi penyebab utamanya. Harga CPO yang turun dari kisaran RM 7.100 per ton di tahun lalu menjadi kisaran RM 3.536 – RM 4.400 per ton di tahun 2023 memicu penurunan harga TBS di tingkat petani yang terpangkas sekitar 30% dari level tertingginya," paparnya.
"Meskipun ada sejumlah komoditas lain seperti karet, teh dan kopi, tetapi sawit masih menjadi motor penggerak utama daya beli masyarakat di Sumut," tambahnya.
Penyebab kedua adalah kenaikan laju tekanan inflasi selama tahun 2022 yang masih berlanjut di tahun ini. Ini memicu kenaikan biaya input produksi pertanian dan menguras kemampuan belanja masyarakat. Inflasi menggerogoti kemampuan masyarakat untuk memenuhi pengeluarannya. Yang pada akhirnya membuat masyarakat menetapkan skala prioritas pengeluaran, dengan mengurangi atau menghilangkan pengeluaran lainnya.
Terjadinya pengurangan tenaga kerja dan penurunan pendapatan pekerja informal menjadi penyebab berikutnya. "Tidak bisa dipungkiri bahwa ada pengurangan jam kerja, pekerja dirumahkan dan bahkan di PHK. Di luar itu, pekerja informal seperti tukang bangunan, tukang becak, penjaga toko, pedagang kaki lima dan asongan, serta pekerja informal lain mengalami penurunan pendapatan yang terjadi sejak pandemi covid 19," bebernya.
Langkah pemerintah memberikan bantuan sosial (bansos) baik dalam bentuk tunai maupun bantuan pangan ternyata mampu menjadi bumper untuk menjaga daya beli masyarakat. "Salah satu dari temuan saya adalah, banyak pedagang pakaian dan alas kaki yang justru mengalami peningkatan omset hingga mencapai 50% saat banyak masyarakat menerima bansos tunai,” ungkapnya.
"Terlebih pedagang pakaian keliling yang menjajakan dagangannya ke masyarakat penerima bansos di wilayah yang jauh dari perkotaan. Bansos tersebut mampu menaikkan omset penjualan dalam kurun waktu satu atau dua hari sejak bansos tunai diterima " imbuhnya.
Komentar Via Facebook :