https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Dengan Bursa CPO, Indonesia Berpeluang Kendalikan Pasar Lewat Harga Acuan

Dengan Bursa CPO, Indonesia Berpeluang Kendalikan Pasar Lewat Harga Acuan

Pertemuan penguatan sinergisitas Bappebti dengan para pemangku kepentingan. foto: Humas Kemendag


Jakarta, elaeis.co – Kementerian Perdagangan melalui kolaborasi unit Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dengan Direktorat Perdagangan Luar Negeri (Ditjen Daglu) menggelar konsultasi publik ke-3 membahas rencana pembentukan Bursa CPO (crude palm oil) di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (23/8) lalu. 

Baca Juga: Indonesia Minta Dukungan Belanda Minimalisir Hambatan Dagang Akibat EUDR

Pertemuan ini dihadiri oleh para eksportir dan asosiasi terkait kelapa sawit serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Konsultasi publik bertujuan agar kebijakan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) melalui bursa berjangka dapat diimplementasikan dengan baik dan tidak terjadi hambatan dalam kegiatan ekspor.

“Kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka di Indonesia bertujuan membentuk harga acuan CPO yang  transparan,  akuntabel,  dan real time mengacu pada amanat UU Nomor 32 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah melalui UU Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi,” jelas Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko dalam keterangan pers yang dikutip Sabtu (26/8).

Didid menerangkan, nantinya harga acuan CPO yang terbentuk akan bermanfaat baik di sektor hulu seperti  memperbaiki harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani, maupun di sektor hilir antara lain untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari pajak. Untuk itu, pemerintah mengharapkan partisipasi aktif dari seluruh pelaku usaha CPO karena efektifitas kebijakan ini tergantung dari peran serta pelaku usaha.

Kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka nantinya akan tertuang dalam beberapa kebijakan. Yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mengatur tentang ekspor CPO, kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Bappebti (Perba) dan Peraturan Tata Tertib (PTT) sebagai pedoman teknis pelaksanaan serta pengawasan bursa.

“Ketiga lapis kebijakan ini harus saling bersinergi, sehingga dalam implementasinya akan berjalan dengan baik. Permendag akan mengatur terkait ekspor CPO, Perba akan detail mengatur antara lain terkait kelembagaan bursa dan kliring, serta PTT mengatur lebih detail tentang teknis pelaksanaannya,” paparnya.

Dirjen Daglu Budi Santoso optimis bahwa kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka ini adalah peluang besar bagi Indonesia. Sebagai negara produsen CPO terbesar dunia, Indonesia harus mampu tidak hanya memasok CPO ke pasar global, namun  juga mengendalikan pasar melalui harga acuan CPO.

"Saat ini terjadi peralihan dari sebelumnya industri dunia dikuasai oleh negara-negara di bagian utara, namun kini beralih ke negara-negara selatan, termasuk industri CPO. Hal ini merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk mengembangkan industri berbasis CPO dan memanfaatkan pangsa pasar baru ke negara-negara utara," ujarnya.

Sekretaris Bappebti Olvy Andrianita menambahkan, Rancangan Permendag Kebijakan Ekspor CPO melalui  Bursa Berjangka telah melalui proses telaah hukum di  Biro Hukum Kementerian Perdagangan dan akan segera dilakukan harmonisasi oleh Kemenkum HAM.

“Melalui pertemuan ini diharapkan terjaring banyak masukan dari berbagai pemangku kepentingan sebelum rancangan tersebut diharmonisasi oleh Kemenkum HAM," sebutnya.

Terkait Perba yang tengah disusun, menurutnya, substansi yang diatur mencakup ketentuan umum, kelembagaan, tata cara perdagangan, mekanisme pengawasan, mekanisme penyelesaian perselisihan, dan sanksi. "Masih dalam proses penyusunan di  Bappebtidan, masih mungkin terjadi perubahan sesuai dengan perkembangan yang ada," ujarnya.

Diantara masukan yang dihimpun dari pelaku usaha pada pertemuan ini antara lain mekanisme penentuan harga acuan CPO, pelabuhan lokasi penyerahan, serta usulan terkait klasifikasi mutu CPO. "Komunikasi aktif antara Kemendag dengan semua pemangku kepentingan di sektor kelapa sawit perlu dilakukan demi penyempurnaan rancangan kebijakan ini," kata Olvy.

Masukan dan pertanyaan dari pelaku usaha terutama yang bersifat teknis akan diupayakan dapat terakomodir dalam rancangan kebijakan tersebut. “Nantinya akan ada masa transisi 60 hari setelah Permendag disahkan sebelum kebijakan ini diimplementasikan. Dalam waktu transisi tersebut, kami upayakan semaksimal mungkin memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada pelaku usaha sehingga dalam implementasinya akan berjalan dengan baik dan cita-cita terbentuknya harga acuan CPO di Indonesia segera terwujud,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag Farid Amir menjelaskan, terdapat beberapa perubahan dalam ketentuan ekspor CPO diantaranya pengekspor wajib melalui bursa berjangka dengan terlebih dahulu menjadi Eksportir Terdaftar (ET) yang dilakukan secara daring. Masa berlaku ET adalah selama pelaku usaha masih aktif melakukan ekspor CPO.

"Kemudian, bursa berjangka CPO akan menerbitkan Bukti Pembelian CPO (BPC) atas transaksi CPO yang dilakukan oleh pelaku usaha di bursa. BPC ini menjadi salah satu syarat penerbitan Persetujuan Ekspor CPO (PE CPO) selain kepemilikan Hak Ekspor (HE) oleh Ditjen Daglu,” bebernya.


 

Komentar Via Facebook :