https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Derita Petani Sawit: Pupuk Tak Disubsidi, Harga TBS Murah

Derita Petani Sawit: Pupuk Tak Disubsidi, Harga TBS Murah

Petani sawit di Bengkulu Tengah saat melakukan pemupukan di kebun. (Ist)


Bengkulu, elaeis.co - Petani kelapa sawit semakin hari semakin menderita, selain tidak kunjung membaiknya harga tandan buah segar (TBS), mulai Juli 2022 lalu petani sawit juga kehilangan alokasi pupuk subsidi.

Pasalnya, pemerintah hanya menyalurkan pupuk subsidi untuk tanaman padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, kakao dan tebu rakyat.

Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Bengkulu, A Jakfar mengatakan, tidak adanya pupuk subsidi ke petani sawit sangat ironis di tengah kondisi sulit. Padahal kontribusi petani sawit dalam pembuatan biodiesel yang sudah dipakai publik saat ini sangat besar. 

Ini terlihat dari pungutan ekspor-nya sebesar US$ 365/ton CPO yang dipakai untuk mensubsidi biodiesel.

"Petani sedang sulit malah ditambah sulit. Padahal peran petani kelapa sawit cukup besar bagi bangsa ini. Tapi giliran kepentingan petani sawit (kelompok tanaman perkebunan) pupuk kami tidak masuk dalam kelompok petani yang diprioritaskan," kata Jakfar kepada elaeis.co, Jumat (10/6).

Tidak hanya itu, kata Jakfar, soal biosolar angkutan tandan buah segar (TBS) dari petani juga tidak diperbolehkan memakinya. Ini hampir berlaku di semua SPBU di 22 provinsi Indonesia. Padahal yang membayar selisih harga solar dengan CPO duit Pungutan Ekspor (PE) CPO yang notabenenya uang pekebun sawit rakyat.

"Sekali lagi saya sampaikan, kami bangga, sebagai garda terdepan stabilisator perekonomian negara ini, tetapi sesekali yang prinsip-prinsip perhatikanlah kami petani sawit ini," ujarnya.

Belum lagi, kata Jakfar, sejak 2016 dana sarana dan prasarana sebanyak ratusan miliar di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) masih belum pernah termanfaatkan oleh petani sawit.

Jakfar berjanji, APKASINDO akan menuntut hak itu ke BPDPKS supaya pupuk untuk petani sawit dimasukkan dalam komponen yang disubsidi oleh BPDPKS. 

"Tidak ada pilihan lain, karena biaya pupuk di perkebunan sawit mencapai 60% dari total biaya produksi. Petani tidak akan mampu memupuk lagi kalau harganya mahal. Tentu kalau tidak ada perawatan, produksi TBS akan anjlok dan semua bakal dirugikan," kata Jakfar.

Sebetulnya, kata Jakfar, petani sawit tidak manja. Akan tetapi faktanya sampai sekarang banyak sekali persoalan yang sebenarnya mudah menjadi sulit. Seperti, kebun petani sawit masih terus-terusan diklaim dalam kawasan hutan. Padahal UU Cipta Kerja sudah 1,5 tahun berlaku.

"Saya mewakili teman-teman petani sawit di daerah memaklumi bahwa keuangan negara saat ini sedang sulit, semua negara mengalami hal yang sama, namun petani sawit juga warga negara Republik Indonesia dan berharap mendapat hak yang sama untuk keadilan berbangsa dan bernegara. Harapan kami sebagai petani sawit saat ini hanya di BPDPKS, gak ada pilihan lain," pungkasnya.

Komentar Via Facebook :