https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Di Depan Mahfud MD, Emil Salim Kritik Pemindahan Ibu Kota RI

Di Depan Mahfud MD, Emil Salim Kritik Pemindahan Ibu Kota RI

Foto: Emil Salim (CNN Indonesia/Safir Makki)


Jakarta, Elaeis.co - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Prof. Emil Salim mengkritik keinginan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memindahkan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Kritikan itu disampaikan Emil saat memenuhi undangan silaturahim Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD secara virtual pada, Kamis (26/8/2021) malam.

Turut hadir dalam pertemuan antara lain Mantan Menteri Pertambangan dan Energi Kuntoro Mangkusubroto, Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) Abdillah Toha, ekonom senior INDEF Faisal Basri, dan mantan Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief.

"Saya berempati dengan Menteri Keuangan yang pusing kepala, tetapi banyak dari teman-teman kita di departemen (kementerian) kurang paham bahwa pengeluaran menjadi terbatas sehingga berbagai pengeluaran seperti pembelian senjata, ibu kota negara dan macam-macam, berjalan seolah-olah keuangan itu (anggaran) tersedia banyak, padahal tidak. Ini bakal menyulitkan pengelolaan keuangan negara," ujar Emil seperti dikutip dari siaran pers Kemenko Polhukam yang diterima CNBC Indonesia hari ini.

Abdillah Toha mengkritik berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai tidak prorakyat.

"Periode kedua ini banyak hal yang menjadi tanda tanya besar. Saya ingin kasih contoh satu, KPK. Kita bingung orang-orang yang berprestasi luar biasa di KPK itu tetap diberhentikan, dan tidak ada tindak lanjut dari Presiden," katanya.

Masukan soal penanganan pandemi disampaikan oleh Kuntoro Mangkusubroto. Menurut dia, hasil yang dicapai dalam penanganan pandemi sejauh ini cukup baik, namun tidak dilakukan secara sistem melalui pendekatan organisasi yang benar.

"Cara kerja yang organized, yang sudah disiapkan pendahulu sebelumnya ditinggalkan, atas nama kecepatan. Bagus, tapi governance-nya tidak. Saat pandemi ini puncaknya, tidak ada satu organisasi yang permanen untuk menangani, padahal masalahnya makin serius. Akumulasi informasi yang menjadi pengetahuan, tidak akan terjadi kalau tidak ada organisasi," ujar Kuntoro.

Faisal Basri menyoroti beberapa persoalan hukum di bidang ekonomi. Menurut dia, ekonomi akan survive kalau penegakan hukumnya baik.

"Saya terkejut dengan misalnya dibebaskannya kewajiban membangun kebun untuk gula rafinasi, sehingga kita mendengar keluhan dari industri makanan minuman, mereka sangat terganggu. Di Jawa Timur, tidak ada pabrik yang memproduksi gula rafinasi, kita menunggu kehancuran pabrik gula nasional," kata Faisal.

Laode M. Syarief menilai ada kecenderungan ruang publik menjadi menyempit dan sulit menyampaikan aspirasi ke pemerintah.

"Teman-teman yang seharusnya ada di pemerintahan, aksesnya mejadi sangat terbatas. Yang sering berkomunikasi dengan publik hanya Professor Mahfud, yang lain tidak pernah membuka komunikasi. Dulu, kita bisa bersilaturahmi menyampaikan kalau merasa kurang nyaman terhadap suatu kebijakan," ujar Laode.

Semua yang hadir dalam dialog ini menyampaikan pandangan kemudian satu per satu direspons oleh Mahfud di akhir acara.

"Apa yang disampaikan, baik itu kritik, keluhan, atau masukan, pada umumnya senada, dan sebagian besar sudah diketahui pemerintah. Masalahnya sekarang, kita harus menemukan peta jalan untuk mengurai dan membenahi semua masalah itu, dan untuk itu kontribusi dari bapak-bapak sangat diperlukan," ujar Mahfud sembari berterima kasih atas kesediaan para tokoh untuk hadir dan berbagi. CNBC Indonesia

 

Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :