https://www.elaeis.co

Berita / Serba-Serbi /

Di Tangan Mahasiswa ini, Limbah Medis Berbahaya Berubah Jadi Ranjang

Di Tangan Mahasiswa ini, Limbah Medis Berbahaya Berubah Jadi Ranjang

Delfira Suecita Regana, saat melakukan kegiatan sosialisasi pengolahan sampah organik (Takakura), 2019. Foto: Dok. Universitas Pertamina


Jakarta, elaeis.co - Pandemi Covid-19 menyebabkan limbah medis makin menggunung. Berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hingga akhir Juli 2021 saja limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari kelompok limbah medis menembus angka 18.460 ton. Limbah B3 medis ini didominasi oleh sampah masker, face shield, sarung tangan plastik, dan alat pelindung diri (APD).

Karena sifatnya infeksius atau berpotensi menularkan penyakit, limbah B3 medis harus ditangani secara khusus. Sejauh ini yang dinilai paling efektif adalah dimusnahkan dengan cara dibakar dengan alat khusus yang disebut insinerator.

Sayangnya, belum semua rumah sakit memiliki insinerator. Berdasarkan data Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), hingga pertengahan tahun 2021 lalu hanya 122 rumah sakit yang memiliki fasilitas tersebut dan sebagian besar terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Prihatin melihat kondisi tersebut, Delfira Suecita Regana bersama dua mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Pertamina lainnya, Nadhifa Alya Zahira dan Arsyad Ibaddurahman, berinovasi mengubah limbah B3 medis menjadi alat kesehatan (alkes).

“Selama ini pengelolaan limbah B3 medis fokus pada pemusnahannya. Makanya kami mencoba mengajukan solusi baru dan mungkin yang pertama di Indonesia, yakni mengolah limbah B3 medis menjadi rangka ranjang rumah sakit (hospital bed). Inovasi ini kami beri nama Recycled Hospital Bed atau Rehob,” kata Delfira lewat siaran pers yang diterima elaeis.co, Jumat (28/1).

Gadis asal Kota Medan, Sumatera Utara, itu menjelaskan, ide pembuatan Rehob bermula dari lonjakan kasus Covid-19 pada Juni 2021 lalu yang menyebabkan banyak rumah sakit kehabisan tempat tidur pasien. Kementerian Kesehatan sempat mengamanatkan agar konversi tempat tidur untuk pasien Covid-19 di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) ditingkatkan hingga 60 persen, namun kebijakan itu belum cukup untuk menampung pasien. Beberapa rumah sakit seperti Siloam menyatakan kehabisan tempat tidur untuk merawat pasien Covid-19.

“Kami juga sempat membaca berita, akibat lonjakan kasus positif Covid-19 pada saat itu, banyak pasien umum yang harus dirawat di lorong rumah sakit tanpa tempat tidur. Dari sinilah muncul ide untuk membuat Rehob,” paparnya.

Rehob diproses dengan prinsip ecobricks. Botol-botol PET plastik yang sudah tidak terpakai diisi dengan limbah B3 medis yang sudah didisinfektasi lalu dicacah. Botol berisi limbah tersebut kemudian direkatkan satu sama lain dan disusun membentuk kerangka tempat tidur.

“Berdasarkan penelitian terdahulu dan pengamatan tim, ecobrick yang dibuat dengan menggunakan botol berbahan PET ukuran 600 ml dapat menahan beban hingga 407,89 kg. Kerangka Rehob ini aman karena mampu menahan berat badan rata-rata manusia dewasa di kisaran 62 hingga 70 kg,” jelas Delfira.

Selain berpotensi mengoptimalkan penanganan limbah B3 medis, inovasi ini sekaligus menjadi solusi permasalahan kekurangan tempat tidur di beberapa fasyankes. Ide cemerlang ini juga membawa Delfira dan timnya menyabet juara 2 di ajang Engineering Research and Innovation Competition yang dilaksanakan oleh Universitas Negeri Yogyakarta di akhir tahun 2021 lalu.

Arsyad Ibaddurahman, menambahkan, kehadiran mata kuliah Pengelolaan B3 dan Limbah B3 serta mata kuliah Pembangunan Berkelanjutan banyak menginspirasi tim untuk menyusun gagasan dan menemukan alternatif solusi terbaik.

“Selain itu, dukungan dan diskusi yang intens dengan dosen pembimbing kami, Ibu Nova Ulhasanah, juga sangat membantu. Selain merupakan expert di bidang pengelolaan sampah (waste management), beliau juga merupakan Ketua Center for Environmental Solution dan Ketua Sub Kelompok Keahlian Manajemen Lingkungan di Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pertamina,” ujarnya.

Di Universitas Pertamina, mahasiswa telah dibiasakan untuk berinovasi sejak dini. Selain melalui metode pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning), mahasiswa juga seringkali dilibatkan dalam proyek penelitian gagasan para dosen. Di samping itu, dukungan untuk keterlibatan mahasiswa di berbagai ajang inovasi juga diberikan secara penuh. Melalui kegiatan magang, mahasiswa juga diberikan ruang berinovasi untuk memecahkan masalah ril yang terjadi di dunia usaha dan industri.

Bagi siswa-siswi yang tertarik pada isu lingkungan seperti pengelolaan sampah, dapat menjadikan Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pertamina sebagai pilihan melanjutkan studi. Saat ini, kampus besutan PT Pertamina (Persero) tersebut kembali membuka pendaftaran Seleksi Nilai Rapor untuk Tahun Akademik 2022/2023. Pendaftaran telah dibuka pada tanggal 03 Januari hingga 13 Februari 2022 mendatang. Seleksi ini merupakan seleksi tanpa tes, yang dapat diikuti oleh siswa SMA/sederajat lulusan tahun 2021 dan 2022. Informasi lengkap terkait program studi serta syarat dan ketentuan pendaftaran dapat diakses di laman https://universitaspertamina.ac.id/pendaftaran. 


 

Komentar Via Facebook :