https://www.elaeis.co

Berita / Iptek /

Di Tangan Perempuan ini, Limbah Sawit Jadi Bahan Baku Kosmetik

Di Tangan Perempuan ini, Limbah Sawit Jadi Bahan Baku Kosmetik

Uce Lestari dengan produk-produk sawit olahannya. Foto: Juan/elaeis.co


Jambi, elaeis.co - Cangkang sawit umumnya dijadikan sebagai biomassa untuk pembangkit listrik ramah lingkungan. Namun di tangan Uce Lestari, limbah sisa pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit itu justru menjadi bahan baku kosmetik.

Dosen Farmasi Universitas Jambi itu sudah membuat sejumlah bahan perawatan tubuh dari cangkang sawit. Seperti lulur bodycsrub, masker wajah, facial wash cair, dan sabun.

Ide penggunaan cangkang muncul saat dia melakukan program pengabdian dari kampus di pabrik kelapa sawit (PKS) PT Sumbertama Nusa Pertiwi (SNP) di 2015. Manajemen pabrik bingung menghadapi cangkang yang menggunung karena tak tahu mau diapakan.

"Cangkang sawit sekelas dengan tempurung kelapa. Saya lalu terpikir memakai arang aktifnya untuk membersikan kulit karena sifatnya penyerap air. Nah, setelah dicoba, daya serap cangkang ternyata 2 kali lipat lebih kuat dari tempurung kelapa. Itu hasil uji di laboratorium," katanya saat ditemui di rumah industri PT Inti Palm Lestari, Jambi, kemarin.

Usai pengabdian di PT SNP, dia lantas mengembangkan ide mengolah limbah sawit menjadi kosmetik. "Sebenarnya tahun 2015 saya udah menemukan, tapi karena masih tahap pengujian, makanya baru launching 2019," sebutnya.

"Yang beredar di pasaran sudah saya bandingkan, aktivitas penyerapannya masih lebih bagus yang dari cangkang sawit ini," tambahnya.

Produk sabun dari limbah sawit buatan perempuan berusia 40 tahun itu telah diuji oleh 100 orang voluntir (relawan). "Hasilnya, aman.  Sudah dapat cap layak edar dari LPPOM MUI," ucapnya.

Berkat inovasinya, Uce masuk nominasi Habibi Award, ajang bergengsi bagi para peneliti yang hasil penelitiannya telah bermanfaat dan telah digunakan oleh masyarakat maupun industri, di tahun 2021.

 

"Dari 86 nominator, ada 4 orang apoteker. Saya satu-satunya yang tidak bergelar profesor. Dari 86 itu bisa dihitung jari yang bergelar S2, sisanya kalau bukan profesor ya doktor," ungkapnya.

Dia mengaku saat ini belum memikirkan target produksi karena permintaan pasar belum terlalu banyak.

Sabun mereka Arkawa (arang aktif cangkang sawit) buatannya, misalnya, baru bisa dipasarkan tahun 2022 meski sudah bisa diproduksi pada tahun 2020. "Suasana masih pandemi, prosesnya berjalan lambat," ujarnya.

"Saya sudah ikut beberapa kali pameran di beberapa kota di Indonesia untuk mengenalkan produk saya," tambahnya.
 

Komentar Via Facebook :