https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Dibutuhkan Satu Data Perkebunan yang Bisa Diakses Secara Terbuka

Dibutuhkan Satu Data Perkebunan yang Bisa Diakses Secara Terbuka

Direktur Statistik Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan, Badan Pusat Statistik (BPS), Kadarmanto (tangkapan layar)


Jakarta, Elaeis.co - Presiden Joko Widodo ingin Indonesia memiliki kesatuan data untuk masing-masing sektor usaha, termasuk subsektor perkebunan secara nasional. Untuk mewujudkannya, sudah dibuat aturan teknis yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

"Kalau di subsektor perkebunan, termasuklah itu data perkebunan rakyat, swasta, dan yang dikelola BUMN. Nah, ini yang akan kita jadikan satu untuk menuju ‘Data Perkebunan Indonesia’, data yang lengkap yang bisa dilihat di website," kata Direktur Statistik Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan, Badan Pusat Statistik (BPS), Kadarmanto, dalam workshop secara daring dua hari lalu.

Menurutnya, selama proses pendataan perkebunan, BPS akan meminta data perkebunan rakyat dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. Sedangkan data untuk perusahaan perkebunan akan dihimpun oleh BPS melalui direktori data perusahaan perkebunan yang berbadan hukum.

Maka dengan data perkebunan rakyat dan data ekspor impor yang dilakukan perusahaan perkebunan, akan terbentuk satu data perkebunan. "Dengan integrasi dan kolaborasi data ini, akan memudahkan kita untuk mengetahui indikator ekonomi dari sektor pertanian, termasuk subsektor perkebunan," jelasnya.

Berdasarkan data BPS di tahun 2020, Kadarmanto mengatakan luas perkebunan sawit didominasi oleh perusahaan. Ini justru berbeda dengan subsektor perkebunan lainnya seperti kopi dan kakao yang justru didominasi oleh perkebunan rakyat.

"Dari data yang ada, 52 persen perkebunan sawit didominasi oleh perusahaan perkebunan. Ini menunjukkan betapa berartinya data yang berasal dari para pelaku usaha perkebunan. Jadi, misalnya, jika data dari perusahaan ini tidak didapat oleh BPS, maka sawit itu hanya akan menggambarkan 40,9 persen perkebunan sawit rakyat," kata Kadarmanto.

“Tidak heran kalau nilai tukar usaha pertanian (NTUP) yang diumumkan BPS selalu dari perkebunan rakyat. Belum menggambarkan perkebunan sawit secara keseluruhan," kata Kadarmanto.

“Saat ini NTUP subsektor perkebunan menunjukan kinerja yang baik. Oktober lalu NTUP pada perkebunan rakyat menunjukkan angka 127,60, naik 1,78 dibanding bulan September yang mencapai 125,38. Tapi ini baru perkebunan rakyat, perusahaan tidak masuk,” tambahnya.

Pihaknya berharap pihak perusahaan perkebunan bisa bekerja sama atau berkolaborasi dengan BPS dalam penyediaan data perusahaan perkebunan melalui program SEDAPP Online.

"Jika ini terwujud maka akan menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya dan memberikan gambaran dan potret perkebunan secara menyeluruh dan komprehensif," tegasnya. 


 

Komentar Via Facebook :