Berita / Serba-Serbi /
Diduga Jual Anak Pasien, Bidan di Pekanbaru Dipolisikan
Pekanbaru, Elaeis.co - DN yang merupakan salah seorang bidan di Pekanbaru dilaporkan ke pihak Polda Riau lantaran diduga memperjualbelikan seorang bayi. Bayi tersebut merupakan buah hati KR yang diketahui hamil di luar nikah.
DN yang diketahui buka praktek di Simpang Tiga, Simpang Tiga itu sebelumnya turut membantu dalam persalinan KR hingga melahirkan bayi laki - laki tersebut pada 23 Desember 2020 lalu.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Provinsi Riau, Dewi Arisanti, menceritakan sebelumnya KR yang saat itu tengah mengandung mencari seorang bidan untuk membantunya dalam proses persalinan. Kala itu usia kandungan KR baru 6 bulan.
"Ia mencari bidan untuk membantu persalinannya guna menutupi aib keluarga bahwa KR hamil di luar nikah. Selain itu juga tak memiliki biaya persalinan. Kemudian bertemulah dengan DN yang menawarkan akan mencarikan orang tua asuh untuk merawat bayi KR," terangnya saat ditemui di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Perlindungan Khusus (BRSAPK) Riau, Selasa (20/04).
Kala itu, DN juga memberikan obat serta susu kepada KR. Kemudian memasuki usia kandungan 8 bulan, oknum bidan tersebut juga mengajak KR untuk melakukan cek kandungan si salah satu rumah sakit yang ada di kota Bertuah. Namun, DN bercerita bahwa dia belum menemukan orang tua asuh yang dijanjikan di awal tadi.
Akhirnya, KR tepat pada 23 Desember 2020 lalu melahirkan bayi laki-laki dimana persalinannya dibantu oleh DN. Setelah itu DN memberikan uang senilai Rp3 juta, uang BPJS Rp500 ribu, uang baju anak Rp 500 ribu. Sehingga totalnya Rp 4 juta diberikan kepada KR. Namun, bayi tersebut ditinggal di tempat DN tersebut.
"Setelah 4 bulan, KR kemudian mengetahui bahwa anaknya sudah tak berada di kediaman bidan tersebut. Alasannya, Anak tersebut diserahkan kepada orang yang ingin mengasuh, namun tidak sesuai dengan prosedur asuh anak, dan dari pengasuhnya itu juga mengaku ada memberikan sejumlah uang kepada oknum bidan, namun jumlahnya kami tidak tau, biar pihak kepolisian yang mendalaminya,” jelas Dewi.
Menurut Dewi, adopsi anak secara ilegal terjadi apabila pengangkatan anak itu tidak dilengkapi surat-surat yang sah. Seperti tidak disertai permohonan pengangkatan anak ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Perlindungan Anak 2014 “UU Perlindungan Anak”.
Jika tidak dilakukan sesuai dengan prosedur hukum, maka adopsi itu disebut sebagai adopsi ilegal.
Lanjutnya, setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, atau perdagangan anak. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 76F UU Perlindungan Anak. Ketentuan sanksinya dapat kita lihat dalam Pasal 83 UU Perlindungan Anak.
“Bunyinya itu, Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp60.000.000 dan paling banyak Rp300.000.000,00,” tandasnya.
Komentar Via Facebook :