Berita / Sumatera /
Diminta Biayai Petugas Pemetaan untuk Syarat PSR, Petani Kaget
Medan, Elaeis.co - Semangat ratusan petani anggota Gabungan Kelompok Tani Sawitku Masa Depanku (Gapoktan SAMADE) Kabupaten Padang Lawas (Palas), Sumatera Utara, tiba-tiba kendur. Mereka tak menyangka harus merogoh kocek untuk melanjutkan niat mengikuti Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Supaya bisa ikut PSR, para petani sawit swadaya itu harus mengantongi surat yang menerangkan bahwa kebun sawit mereka di Desa Huristak, Kecamatan Huristak, tidak berada dalam kawasan hutan. Saat hendak mengurus surat tersebut ke Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) VII Padang Lawas Utara (Paluta), ternyata mereka diminta menanggung biaya operasional pemetaan lahan.
“Kami dimintai duit untuk urusan surat yang menerangkan bahwa lahan sawit kami bukan berada dalam kawasan hutan. Yang meminta duit adalah pihak UPTD KPH VII Paluta,” kata Ketua DPD Asosiasi SAMADE Palas, Junior Siregar, kepada Elaeis.co, Selasa (15/6).
“Kemarin saya menemui pihak UPTD KPH VII bersama Ketua Gapoktan SAMADE Palas Sutan Barumun Hasibuan. Menurut pihak UPTD KPH VII, duit itu untuk membiayai pemetaan,” tambahnya.
Menurutnya, para petani diminta menyiapkan dana operasional Rp 200.000 per hektar. “Rinciannya, Rp 120.000 untuk biaya pemetaan kebun sawit, Rp 80.000 untuk ongkos transportasi dan menginap mereka,” bebernya.
Jika dikalikan dengan luas kebun yang mencapai hampir 190 hektar, maka anggota Gapoktan SAMADE Palas harus menyiapkan dana sekitar Rp 38 juta. “Dari mana duit kami. Sedangkan kami rata-rata cuma punya lahan setengah hektar, paling banyak empat atau lima hektar,” kata Junior.
Yang bikin para petani terhenyak, peta polygon yang dibuat satu perusahaan perkebunan sawit di Kecamatan Huristak untuk membantu pemetaan kebun sawit anggota SAMADE, ternyata tak diakui UPTD KPH VII Paluta. “Sudah kami sodorkan, tapi peta polygon tak diakui. Kata mereka, ini terkait dengan keabsahaan proses pemetaan dan hasilnya, pemetaan itu bukan dilakukan oleh pihak yang berwenang,” ungkapnya.
Para petani sawit yang sudah puluhan tahun mengelola kebun sawit mereka seolah menemui jalan buntu mendapati kenyataan itu. “Awalnya sudah senang bakal ikut PSR. Dinas Pertanian Palas pro aktif, ada pula bantuan pemetaan lahan oleh perusahaan sawit swasta. Urusan administrasi yang memakan waktu berbulan-bulan akhirnya tuntas, kami agak lega. Tapi sekarang macet di urusan surat keterangan tidak masuk dalam kawasan hutan, pusing kami jadinya,” keluhnya.
“Sekarang kami bingung, mau lanjut PSR atau tidak. Rumit sekali kami rasa mau ikut PSR ini,” tandasnya.
Komentar Via Facebook :