Berita / Sumatera /
Dinilai Langkah yang Bagus, Program Jaga Zapin akan Diboyong ke Daerah
Pekanbaru, elaeis.co - Senin (11/9) hari ini seluruh Bupati se-Provinsi Riau dikumpulkan di Pekanbaru, tepatnya di gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru.
Para kepala daerah itu akan ikut menandatangani MoU (memorandum of understanding) bersama Kejati Riau dalam pelaksanaan progam Jaga Zona Pertanian, Perekonomian, dan Perindustrian (Jaga Zapin) terhadap perkebunan kelapa sawit.
Salah satu peserta yang hadir dalam gelaran tersebut yakni Kadisbun Bengkalis, Mohammad Azmir bersama timnya. Ia mengatakan program ini langkah yang sangat bagus, dapat menjaga dan menstabilkan harga komoditas perkebunan, khususnya kelapa sawit.
Baca Juga: Dukung Bantuan 1.000 Bibit Sawit Lewat Gule Kabung, Apkasindo Babel: Jangan Hanya Sampai di Sini
"Yang paling penting adalah program ini bisa membantu mengatasi permasalahan di bidang pertanian/perkebunan," ujarnya.
Ia mengatakan, regulasi yang ada dalam program ini akan diboyong dan diterapkan di kabupaten berjuluk Negeri Junjungan itu. Sebab program ini sangat menguntungkan petani/pekebun.
"Inshaallah akan diterapkan karena menguntungkan petani/pekebun," ujarnya kepada elaeis.co.
Sebelumnya, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Riau, Hendrizal Husin beberapa waktu lalu mengungkapkan program Jaga Zapin lahir dari permasalahan hukum di sektor pertanian, khususnya perkebunan. Permasalahan ini kemudian dipetakan pihak Kejati menjadi beberapa poin.
Di antaranya masalah sosiokultural terkait sengketa pertanahan atau konflik agraria. Lalu ada permasalahan status kepemilikan dan legalitas lahan perkebunan.
Kemudian terkait kelembagaan petani atau pekebun yang masih lemah dalam pengembangan kemitraan usaha. Ada juga terjadinya praktek monopoli, oligopoli yang merugikan petani/pekebun.
"Permasalahan yang terjadi ini telah memberikan dampak dan kerugian bagi 597 ribu kepala keluarga petani sawit di Perkebunan Rakyat (PR) di Provinsi Riau," ujarnya.
Dikatakan Hendrizal saat ini berbagai regulasi telah memudahkan investasi dan mendorong pembangunan sektor perkebunan kelapa sawit. Namun tidak dipungkiri, masih saja terjadi praktik koruptif bisnis perkebunan kelapa sawit, yang telah lama mendapat gugatan dari masyarakat luas.
"Implementasi kebijakan di sektor perkebunan belum selaras dengan UU Perkebunan sehingga masih terjadi pelanggaran HAM, kerusakan lingkungan, serta kerugian negara akibat kongkalikong antara pebisnis dan pemilik otoritas di wilayah perkebunan. Oleh karena itu stake holders terkait (Kementan, KemenATR/BPN, KLHK, APH, Asosiasi Petani Sawit, Asosiasi Pengusaha SAwit dan Pemda) perlu duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan tersebut," bebernya.
Dijelaskan Hendrizal, ada permasalahan regulasi yang berpotensi menimbulkan penyimpangan dan mengakibatkan kerugian negara atau perekonomian negara.
Misalnya, terdapat dugaan penyimpangan dalam penetapan harga TBS dan pertanggungjawaban dana BOTL oleh perusahan kelapa sawit di Riau, akibat pedoman dalam penetapan harga pembelian TBS kelapa sawit produksi pekebun yaitu Peraturan Menteri TP Pertanian Nomor : O1/PERMENTAN/KB.120/1/ 2018 dan Peraturan LITE Gubernur Riau Nomor 77 Tahun 2020 telah menimbulkan permasalahan hukum dalam implementasinya.
Terutama, menurutnya, Peraturan Menteri Pertanian yang masih terdapat beberapa kekurangan dan kelemahan yang memungkinkan terjadinya penyimpangan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara.
"Untuk Itu semua pihak yang berkepentingan harus mendorong dilakukannya revisi terhadap Peraturan Menteri Pertanian tersebut sesuai ketentuan yang berlaku," tandasnya.
Komentar Via Facebook :