Berita / Sumatera /
Direktur Pabrik Sawit Dinilai Tak Kooperatif, Begini Akibatnya
Rengat, elaeis.co - Mantan Direktur PT Nikmat Halona Reksa (NHR), Hendry Wijaya, melaporkan manajemen korporasi tersebut ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (disnakertrans) Provinsi Riau terkait kesepakatan pesangon yang sampai saat ini belum direalisasikan.
Hasfiandi dan Riko Candra, pemegang kuasa Hendry Wijaya, meminta Disnaker Riau tegas agar hak kliennya segera diserahkan.
"Pihak manajemen PT NHR belum memenuhi semua kesepakatan yang tertuang dalam akte notaris, terkhusus tuntutan pesangon. Padahal sangat jelas dalam perjanjian itu kedua belah pihak sepakat menyelesaikannya tanpa perselisihan," katanya kepada elaeis.co.
Menurutnya, saat dimediasi oleh Disnakertrans Riau beberapa hari lalu, manajemen pabrik kelapa sawit (PKS) itu malah meminta Hendry bersedia menyerahkan sebidang tanah pribadi sebagai syarat pembayaran pesangon.
"Dalam akte notaris antara Hendry Wijaya dengan Direktur PT NHR Johan Kosiadi disebutkan bahwa pesangon diselesaikan jika dokumen perusahaan diserahkan oleh Hendry. Permintaan itu sudah dipenuhi, tetapi hak Hendry tak kunjung diserahkan oleh pihak PT NHR. Malah sekarang Hendry diminta menyerahkan surat sebidang tanah atas nama pribadi, barulah pesangon dibayarkan," paparnya.
Munculnya syarat baru itu menyebabkan mediasi di Disnakertrans Riau tak menemukan kata sepakat. "Kita minta pihak dinas segera mengambil langkah tegas, tidak sekedar memanggil perwakilan dari pihak Johan Kosiadi," katanya.
Terpisah, Kepala Disnakertrans Riau, Imron Rosidi, mengaku sudah memanggil sejumlah pihak untuk mendudukan persoalan sebenarnya. "Johan Kosiadi sudah dua kali dipanggil, namun tidak datang. Tapi untuk lebih rincinya silahkan tanya Kepala Bidang Teknis atau Bidang Perselisihan, Rival Lino," sebutnya.
Dihubungi terpisah, Rival menegaskan telah melakukan pemeriksaan sesuai prosedur. "Saat ini sudah tahapan nota pemeriksaan ke dua dan akan ditindaklanjuti ke tingkat penyidikan. Pihak Johan Kosiadi terkesan menghalangi kerja bagian pengawasan sehingga dinaikkan ke tahap penyidikan. Dua kali dia dipanggil secara patut maupun lewat nota, tapi tidak hadir dan diwakilkan kepada pengacaranya," paparnya.
Menurutnya, seyogyanya dalam persoalan ini Johan datang sendiri supaya dapat diambil keterangannya. "Lawyer itu sifatnya hanya pendampingan, bukan untuk memberikan keterangan," tegasnya.
"Tindakan menghalangi tugas pengawasan melanggar UU nomor 3 tahun 1951 Pasal 6 nomor 4, bunyinya barang siapa menghalang-halangi atau menggagalkan sesuatu tindakan dilakukan oleh pegawai dalam melakukan kewajiban seperti butiran pada Pasal 2, dan 3, dihukum kurungan badan selama 3 bulan," tambahnya.
Komentar Via Facebook :