Berita / Nasional /
Dituding Banyak Kebohongan di CIFOR, Prof Herry Purnomo: No Comment!
Jakarta, elaeis.co - Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusisess Strategic Policy Institute (PASPI), Dr Tungkot Sipayung menilai banyak kebohongan di Center for International Forestry Research (CIFOR). Dia juga menyampaikan bahwa CIFOR tidak kompatibel membahas soal tata kelola sawit.
Prof Herry Purnomo selaku Senior Scientist and Indonesia Deputy Country Coordinator, CIFOR-ICRAF saat dikonfirmasi mengenai pernyataan dari pakar sawit itu, enggan memberikan komentarnya.
"No comment, ikut saja besok," kata Herry melalui pesan WhatsApp, Senin (3/4).
Baca juga: Semua Stakeholder Sawit Diajak Boikot CIFOR
Sebelumnya, Tungkot menilai bahwa sawit bukan merupakan core studi dari CIFOR. Selain itu, data-data yang disampaikan oleh CIFOR dalam TOR undangan untuk kegiatan yang akan digelar Selasa dan Rabu besok tidak sesuai dengan fakta dan justru mendiskriminasi sawit.
Menurutnya, CIFOR hanya akan menambah buruk nama sawit. Yang mana CIFOR dinilai justru akan memframing sawit sebagai tanaman yang menyebabkan deforestasi.
"Yang kedua, ini adalah bentuk memframing opini publik dan global bahwa sawit itu adalah driver deforestasi, driver emisi yang menyebabkan pemanasan global, perubahan iklim dan lainnya," kata dia.
Baca juga: Tungkot: Banyak Kebohongan di CIFOR
Tungkot juga membeberkan sejumlah kebohongan di CIFOR itu. "Pertama, mereka mengatakan bahwa setelah tahun 1990, trofical deforestasi terjadi di dunia dan itu lah yang paling besar," ungkapnya.
"Mereka lupa bahwa sebelum tahun 80, ada 701 juta hektare hutan dunia yang mengalami deforestasi, sesuai hasil mattew. Sebanyak 93 persen itu di non tropis," tambahnya.
Dalam konteks dampak deforestasi, jelas dia, mau kapan pun dilakukan deforestasi itu, dampaknya sama. Jadi kelihatan bahwa CIFOR memframing situasi dan kondisi itu sejak 90 supaya menjebak sawit yang hadir di tahun 90-an.
"Kebohongan kedua, kalaupun misalnya setelah 90, hasil studi Eropa menunjukan bahwa deforestasi terbesar justru untuk be production. Sawit hanya 2 persen. Ini hasil studi Eropa," ujarnya.
Jadi, dengan demikian tidak relevan jika mengkaitkan deforestasi global dengan sawit. "Kecuali dipaksakan untuk kepentingan deforestasi free-nya Eropa itu," tambahnya.
Baca juga: Tungkot: CIFOR Tak Kompatibel Bicara Soal Sawit
Begitu juga dengan pernyataan trofical deforestasi yang mana termasuk secara implisit sawit di dalamnya, yang dinilai penyumbang gas rumah kaca (GHG) dunia terbesar. "Ini kebohongan," tegas Tungkot.
"Data-data FAO, IEA, IPCC, WRI, selama ini 65 sampai 75 persen GHG dunia berasal dari energi fosil. Kontribusi deforestasi kurang dari 10 persen. Apalagi sawit, kecil, bahkan bisa positif karna dia menyerap CO². Jadi tidak relevan membicarakan sawit terkait deforestasi. Apalagi indonesia, sejak 2011 sudah melakukan moratorium, apa lagi yang mau dibicarakan?," bebernya.
Dan terkait dengan Uni Eropa, jika Deforestasi Free itu mau diberlakukan, sawit tidak termasuk didalamnya. "Cut of date nya kan tahun 2020. Dari 2020 kita enggak ada lagi bangun kebun sawit. jadi untuk apa itu dibicarakan lagi?," sebutnya.
Dia juga menyayangkan banyak para ahli di Indonesia yang terperangkap oleh framing dari CIFOR itu
"Inikan hanya kerjaan saja. terus, mereka ini juga korban dari publikasi internasional yang banyak bohong itu. misalnya soal data deforestasi di indonesia, kontribusi deforestasi dalam pemanasan global, selalu tidak mau menengok data yang sebenarnya," ujarnya.
Oleh sebab itu, Tungkot juga mengajak para stakeholder sawit untuk sama-sama memboikot acara tersebut.
"Enggak usah dihadiri, boikot saja. itu nggak ada gunanya diikuti. Apalagi CIFOR itu bukan lembaga yang berkompeten soal sawit. Kalau pemerintah atau DMSI yang mengorganisir oke saja, tapi CIFOR enggak pernah sejarahnya ke sawit, urusannya hutan. PASPI sudah berencana tidak hadir," pungkasnya.
Komentar Via Facebook :