Berita / Sumatera /
Dituding Tak Berizin dan Rampas Kebun Sawit Petani, Begini Reaksi Pihak PT BRS
Bengkulu, elaeis.co - Konflik antara PT Bimasraya Sawitindo (BRS) dengan masyarakat Air Palik, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Masyarakat setempat menuduh perusahaan ini tidak hanya beroperasi tanpa Hak Guna Usaha (HGU) yang jelas, tetapi juga telah merampas tanah secara paksa yang merugikan petani sawit di daerah tersebut.
Salah seorang warga Air Palik, Duriman menyampaikan bahwa PT BRS telah merampas kebun kelapa sawit yang sudah lama dikelola petani di desa itu. Dengan tanpa adanya HGU yang sah, tindakan perusahaan ini semakin menimbulkan ketidakpercayaan dan ketegangan dengan masyarakat setempat.
"Kami sudah lama menggantungkan hidup dari bertani kelapa sawit di sini. Namun, PT BRS datang tanpa izin yang jelas dan dengan paksa mengambil alih lahan-lahan kami. Kami merasa keberatan dan dirugikan dengan tindakan semena-mena ini," kata Duriman, Senin (24/7).
Masyarakat Air Palik juga menyebutkan bahwa upaya mereka untuk mencari keadilan dan mendapatkan penjelasan dari pihak PT BRS hingga kini tidak membuahkan hasil. Pihak perusahaan disebut kurang transparan dalam menjelaskan status hukum tanah yang dikuasainya, serta tidak memberikan kompensasi yang layak kepada para petani yang merasa terdampak.
"Kami telah berusaha berdialog dengan PT BRS untuk menyelesaikan masalah ini secara baik-baik, tapi mereka selalu menghindar. Mereka harus bertanggung jawab atas tindakan merampas kebun kami dan memberikan ganti rugi yang layak," ujarnya.
Sejumlah LSM dan aktivis lingkungan turut menyuarakan keprihatinan terhadap tindakan PT BRS. Mereka menuntut agar pihak berwenang segera menelusuri dan mengkaji kembali perizinan yang dimiliki perusahaan tersebut serta memastikan keadilan bagi para petani sawit yang menjadi korban.
"Kami berdiri bersama masyarakat Air Palik untuk mendukung hak-hak mereka. Izin usaha perusahaan yang diduga bermasalah harus ditinjau ulang, dan kami menuntut pemerintah setempat mengambil langkah tegas untuk memastikan keadilan dan mencegah terulangnya tindakan semacam ini di masa depan," ujar Ali Akbar, aktivis lingkungan di Bengkulu.
Di sisi lain, juru nicara PT BRS, Junaidi, membantah tuduhan mencaplok lahan dengan semena-mena. Dia juga mengklaim perusahaan telah memperoleh izin usaha yang sesuai dengan peraturan dan beroperasi secara sah di wilayah tersebut. PT BRS juga menyatakan kesiapannya untuk berkoordinasi dengan pihak berwenang guna membuktikan klaim tersebut.
"Kami ingin mengklarifikasi bahwa perusahaan kami memiliki izin yang lengkap dan beroperasi sesuai dengan hukum yang berlaku. Kami tidak pernah melakukan tindakan merampas atau menyalahi aturan. Kami siap membuka dialog terbuka dengan pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan ini," tukasnya.
Komentar Via Facebook :