Berita / Komoditi /
DMO Naik 30 Persen, Petani Ikhlas Asal Harga Sawit Stabil
Jakarta, elaeis.co - Sejak 10 Maret lalu pemerintah telah kembali menaikan besaran Domestic Market Obligation (DMO) menjadi 30 persen. Artinya meningkat sebanyak 10 persen dari kebijakan sebelumnya.
Menanggapi hal tersebut, Sekjen DPP Apkasindo Perjuangan Drs A Sulaiman H Andi Loeloe mengungkapkan kenaikan itu tidak akan menjadi masalah sebab menyangkut kebutuhan konsumsi dalam negeri. Tapi akan menjadi persolan yang besar jika nanti akibat naiknya DMO itu harga tandan buah segar kelapa sawit petani ikut terdampak.
"Yang kita khawatirkan para pengusaha atau pelaku ekspor akan mengkonversi harga pembelian TBSnya dari petani akibat keuntungan ekspornya yang berkurang," bebernya saat berbincang bersama elaeis.co, Senin (14/03/2022).
Dirincinya konversi itu dilakukan lantaran keuntungan para pelaku ekspor berkurang. Pelaku ekspor hanya dapat melakukan ekspor sebanyak 70% dari total CPO yang dimilikinya, sementara 30% harus diserahkan pemerintah untuk konsumsi dalam negeri tadi.
Harga CPO internasional masih bertengger diangka Rp16.000 lebih. Sedangkan CPO dalam negeri hanya sebesar Rp9.300. Saat ini penetapan harga TBS masih mengacu harga jual internasional.
"Otomatis degan keuntungan yang sedikit, pelaku ekspor akan mencari cara agar untungnya kembali besar. Nah khawatirnya tentu para pengusaha justru menetapkan harga CPO dalam negeri tersebut yang hanya Rp9.300 maka tentu harga TBD petani akan anjlok," paparnya.
Untuk itu ia berharap pemerintah menjamin agar harga TBS kelapa sawit petani tidak terdampak. Sehingga petani tidak lagi dikorbankan.
Seperi diketahui dari Rp7,triliun suit yang digelontorkan oleh BPDPKS untuk subsidi minyak goreng, 40% disumbangkan oleh petani kelapa sawit. Kondisi saat ini justru para petani yang kesulitan mendapatkan minyak goreng.
"Kalau kembali harga TBS terkoreksi lantaran kebijakan itu, maka tida kecil kemungkinan harga TBS akan anjlok seperti saat pertama kali kebijakan DMO dicetuskan. Saat itu harga TBS malah hanya Rp1.000/kg. Jadi kita berharap jangan sampai petani dikorbankan kembali. Saat ini seluruh biaya di perkebunan kelapa sudah tinggi dari pupuk, sampai infrastrukturnya yang hancur. Kita tidak ingin petani justru terdampak kebijakan tersebut," tandasnya.
Komentar Via Facebook :