https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

DPRD Sentil Pemprov Riau Soal PSR

DPRD Sentil Pemprov Riau Soal PSR

Kelapa sawit, kini telah menjadi komoditi paling pavorit di Indonesia. Luasnya telah menembus angka 14 juta hektar. Foto: Aziz


Pekanbaru, elaeis.co - Memikul status sentra perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia,  mestinya Riau bisa mengoptimalkan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang ditawarkan pemerintah pusat. Tapi kenyataannya, justru beda.

Tengok saja capaian 2019, target PSR di Riau 12 ribu hektar,  tapi yang terealisasi hanya sekitar 8.000 hektar. Angka ini jauh lebih rendah dibanding realisasi  PSR di Sumatra Selatan yang mencapai 13 ribu hektar. 

Sekretaris Komisi II DPRD Riau, Sugianto menyebut, realisasi PSR di Riau maupun jatah PSR mestinya lebih besar dibanding daerah lain. Sebab itu tadi, Riau menjadi daerah pemilik kebun kelapa sawit terluas di Indonesia.  

"Dana pusat yang tidak menganggu postur APBD seharusnya dikejar ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS). Saat ini banyak kebun Sawit rakyat menunggu peremajaan itu," katanya seperti dilansir Gatra.com, Rabu (13/11). 

Lantaran itu kata Sugianto, Pemprov Riau musti cekatan memburu dana PSR dari BPDP-KS itu, sebab dengan  begitu petani dapat memperoleh manfaat pungutan ekspor CPO yang menjadi sumber pembiayaan PSR. Tapi yang ada kata Sugianto, Pemprov Riau justru terkesan lamban menerbitkan rekomendasi. 

"Setiap tahun kan realisasinya tidak tercapai. Sementara banyak masyarakat membutuhkan program itu," katanya. 

Kabid Perkebunan Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Riau, Vera Virgianti menyebut, pihaknya tidak bisa sembarangan mengeluarkan rekomendasi untuk Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) itu. Sebab aspek kehati-hatian perlu diterapkan selama proses administrasi. 

"Kita tidak mungkin menaruh duit negara di data administrasi yang tidak lengkap. Tidak bisa kita memberikan rekom kalau ternyata administrasinya tidak lengkap, iya kalau kebunnya ada, kalau enggak ada gimana dong? Data spasial kita lemah, sementara itu harus ada biar bisa dipertanggung jawabkan. Jangan sampai seperti data sawah, kita klaim 86 ribu hektar, ternyata setelah diukur BPN cuma 64 ribu hektar," katanya.


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :