https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Dua Kelompok ini Dinilai Rugi Akibat Pendistribusian Migor Subsidi

Dua Kelompok ini Dinilai Rugi Akibat Pendistribusian Migor Subsidi

Minyak goreng murah Rp 14.000/liter dijual di toko ritel. Foto: Dok. Sinar Mas


Medan, elaeis.co - Pemerintah menerapkan kebijakan satu harga Rp 14.000/liter untuk stabilisasi harga minyak goreng (migor) sawit. Rp 7,6 trilyun dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dipakai untuk menyubsidi migor.

Migor murah didistribusikan ke seluruh daerah melalui toko ritel. Namun, sudah seminggu kebijakan itu diterapkan, harga migor di pasar tak kunjung turun ke harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Alih-alih menstabilkan harga, peredaran migor murah justru ditengarai merugikan dua kelompok masyarakat.

Gunawan Benjamin, ekonom yang juga anggota Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) bentukan Bank Indonesia (BI), mengatakan, setidaknya ada dua kelompok masyarakat yang terkena imbas kebijakan tersebut.

"Yang dirugikan adalah pedagang eceran di pasar tradisional, satu lagi masyarakat ekonomi lemah," katanya.

Dia menjelaskan, ada perbedaan antara pendistribusian migor sawit melalui ritel modern dengan pasar tradisional. Distribusikan migor subsidi lewat peritel modern jauh lebih mudah dan terkendali karena telah punya sistem yang baku, baik untuk mengecek stok maupun untuk kontrol harga.

"Pasar modern satu komando soal harga. Dalam subsidi migor ini, mereka mudah untuk membayar selisih harga subsidi migor," kata pengajar di sejumlah kampus di Medan ini.

Situasi yang berbeda terjadi di pasar tradisional yang sangat bergantung terhadap distributor atau pedagang besar yang menjual migor ke pedagang pengecer.

"Kenyataannya di pasar muncul problem karena pedagang pengecer terlanjur membeli migor dengan harga Rp 18.000/liter sampai Rp 20.000/liter sebelum kebijakan migor murah diterapkan. Siapa yang akan mengganti kerugian kalau kebijakan satu harga diterapkan di pasar tradisional?" katanya. 

Masyarakat ekonomi menengah ke bawah, kata Gunawan, juga dirugikan oleh pola pendistribusian migor subsidi. Ia memantau di sejumlah toko ritel modern di Kota Medan, yang membeli migor subsidi kebanyakan adalah masyarakat kelas menengah ke atas.

Selain itu, banyak toko ritel, terutama yang berada di dalam pusat perbelanjaan seperti mall dan plaza, tidak mudah diakses oleh semua lapisan masyarakat yang ingin membeli migor.

"Alhasil muncul dugaan yang justru menggiring persepsi bahwa minyak goreng subsidi justru dinikmati masyarakat ekonomi menengah atas," tegasnya.

Dia juga melihat sejumlah toko ritel modern tidak mampu konsisten dalam menyediakan stok migor sesuai dengan kebutuhan.

"Kerap ditemukan kekosongan migor di pasar ritel modern," kata dia. 


 

Komentar Via Facebook :