Berita / Serba-Serbi /
Dugaan Kasus TPPO di Myanmar, WNI Biasanya Dijanjikan Upah Menggiurkan melalui Jejaring Medsos
Jakarta, elaeis.co - Suhartono, Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta), Kementerian Tenaga Kerja (Kemanaker) RI, menjelaskan sebagian besar kasus-kasus terkait warga negara Indonesia (WNI) di Myanmar terindikasi tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Dijelaskan Suhartono, pada periode tahun 2020-2023, KBRI Yangon menerima laporan 203 WNI yang mengalami masalah di wilayah Myanmar. "Sebagian besar terkait dengan indikasi TPPO," katanya, Sabtu (6/5).
Hingga April 2023, menurut Suhartono, KBRI Yangon telah memfasilitasi penyelesaian atau pemulangan sebanyak 127 WNI ke Indonesia.
"WNI biasanya dijanjikan pekerjaan di Thailand dengan upah yang menggiurkan melalui jejaring media sosial (facebook, Instagram)," tambahnya, seperti diteruskan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumatera Barat (Sumbar) Ir. Nizam Ul Muluk M.Si. kepada elaeis.co, Minggu (7/5).
WNI, menurut Suhartono, didatangkan ke Thailand, namun kemudian diselundupkan melalui jalan darat ke wilayah Myanmar di dekat perbatasan dengan Thailand.
"Di lokasi bekerja, WNI dieksploitasi sebagai online scammer dengan jam kerja tinggi, mendapatkan kekerasan, dan upah tidak sesuai kontrak," sambungnya.
"Terkait dengan video di media sosial twitter merupakan video lama dan saat ini tengah ditangani oleh KBRI Yangon, lokasi para WNI dipekerjakan di daerah perbatasan Myanmar dengan Thailand," tambah Suhartono.
Berdasarkan catatan KBRI Yangon, imbuhnya, hotspots utama lokasi para WNI dipekerjakan berada di Myawaddy Township, kota Swe Koke Ko, kota Lay Kay Kaw, mengingat jaraknya yang dekat dan memiliki jalur perbatasan darat dengan kota Mae Sot, Thailand.
"Selain itu kota Tachileik yang lokasinya berdekatan dengan perbatasan dengan Thailand (dekat kota Chiang Rai) dan Laos juga menjadi salah satu hotspots," terangnya.
Diungkapkan Suhartono, ken dala utama yang dihadapi KBRI Yangon dalam memberikan bantuan kepada WNI yang mendapatkan masalah adalah bahwa wilayah-wilayah yang ditengarai sebagai lokasi perusahaan online scamming yang mempekerjakan WNI berada di dekat perbatasan, yang tidak dapat diakses oleh militer, polisi, dan aparat Myanmar pusat.
"Hal ini dikarenakan wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah konflik bersenjata antara militer Myanmar dengan kelompok etnis bersenjata, dan People’s Defense Force ," bebernya.
Diungkapkan Suhartono, upaya yang dilakukan oleh KBRI Yangon adalah melaporkan semua kasus-kasus WNI tersebut kepada Pemerintah Myanmar melalui Kementerian Luar Negeri Myanmar, dan meminta otoritas terkait untuk memberikan bantuan kepada WNI yang menjadi korban.
Selain itu, imbuhnya, KBRI Yangon juga membantu dengan cara-cara lain, antara lain memediasi dengan perusahaan, dan memanfaatkan jejaring-jejaring informal melalui tokoh-tokoh pengusaha Myanmar.
"KBRI Yangon juga secara intensif berkomunikasi dengan KBRI Bangkok, untuk memastikan pelindungan bagi WNI yang melarikan diri ke wilayah Thailand (Mae Sot)," ungkapnya.
Dalam penanganan kasus WNI di perbatasan Thailand, menurut Suhartono, KBRI Bangkok senantiasa berkoordinasi dengan Kementerian Sosial Thailand dan organisasi internasional (IOM) untuk melakukan identifikasi korban dan pelindungan untuk WNI.
Sejalan
Pernyataan Suhartono sejalan dengan penjelasan Dewi Murni, ibu dari Muhamat Usni Sabil, satu dari 20 pekerja migran Indonesia (PMI) yang kini disekap di Myanmar.
Menurut Dewi, keberangkatan Sabil ke luar negeri setelah minta izin darinya selaku orangtua. "Tapi kala itu ia minta izin untuk bekerja di Thailand," jelas Dewi. "Bukan ke Myanmar."
Sabil, menurut Dewi, berangkat bekerja ke luar negeri melalui Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. "Karena sebelumnya ia juga sudah menetap di Jakarta," sebut Dewi. "Ikut main sinetron, baru figuran."
Dewi tercatat sebagai anggota masyarakat Nagari Tanjung, Kecamatan Koto VII, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Sabil merupakan anak sulung dari empat bersaudara.
Segala upaya pun, menurut Dewi, sudah ia lakukan untuk pemulangan anaknya yang berusia 28 tahun itu ke Tanah Air. "Remuk redam perasaan saya bila mengingat nasib si anak," tambah Dewi.
Tapi, menurut Dewi, belakangan pihaknya mendapat kabar baik bahwa anaknya bersama 19 rekan senasib akan segera dievakuasi dari Myanmar ke Indonesia.
Kapan waktu pastinya, Dewi mengaku tidak tahu. "Kita hanya diberitahu oleh para petinggi di Jakarta akan segera dievakuasi," sebutnya. Siapa petinggi di Jakarta yang menjanjikan itu, "Termasuk Pak Jokowi," ungkapnya.
Menurut informasi yang diterima Dewi, proses evakuasi masih terhalang konflik senjata. "Harapan kami proses evakuasi agar secepatnya dilaksanakan," imbuh Dewi.
Sebelumnya, Disnakertrans Sumbar menyurati sejumlah pihak di Jakarta terkait nasib PMI atas nama Sabil.
Dalam surat tertanggal 5 Mei 2023 yang dialamatkan ke sejumlah pihak di itu pada intinya meminta bantuan pihak-pihak yang disurati untuk memulangkan Sabil ke Tanah Air.
Kadisnakertrans Nizam mengatakan
surat itu pada dasarnya untuk menindaklanjuti pengaduan Dewi Murni ke Disnakertrans Sijunjung. "Dewi Murni adalah ibu dari Muhamat Usni Sabil," ujar Nizam.
Mengutip pengaduan Dewi Murni, yang juga dituangkan di dalam surat ke para pihak di Jakarta itu, menurut Nizam, keluarga mengaku sudah kehilangan kontak dengan Sabil sejak 13 hari terakhir.
"Keberadaan PMI itu sedang ditahan dan disekap di Myanmar," tulis Nizam dalam suratnya, sambil menambahkan keluarga sudah memohon ke banyak pihak untuk pemulangan Sabil ke Tanah Air.
Komentar Via Facebook :