https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Gara-gara bioavtur, Ratusan Warga Berhenti jadi Petani Karet

Gara-gara bioavtur, Ratusan Warga Berhenti jadi Petani Karet

Arif, petani karet di Desa Bukit Petaling, Kecamatan Rengat Barat, Kabupaten Indragiri Hulu, yang kini jadi pekebun sawit. Foto: Hamdan/Elaeis.co


Rengat, Elaeis.co - Sejumlah petani karet di Desa Bukit Petaling, Kecamatan Rengat Barat, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Provinsi Riau, tiba-tiba memborong bibit sawit. Rupanya mereka berniat menebang semua tanaman karetnya dan menggantinya dengan sawit.

Arif, salah seorang petani, mengaku membulatkan tekad beralih ke sawit setelah mendengar uji terbang pesawat yang menggunakan campuran minyak sawit dengan avtur atau bioavtur berjalan sukses.

"Informasi itu tak hanya membuat petani sawit senang, tapi juga kami petani karet. Itu pula yang membuat tekad kami beralih ke sawit semakin kuat," katanya kepada Elaeis.co.

Arif sepertinya tak mau menunda-nunda niatnya. Saat ditemui Sabtu (4/12) siang, dia sedang melangsir bibit sawit untuk ditanam di kebun karetnya seluas 2 hektare.

"Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit saat ini mahal, sedangkan harga karet tidak pernah signifikan naiknya. Sawit bisa menghasilkan Rp 2,7 juta dalam sepuluh hari, sedangkan karet hanya berkisar Rp 900 ribu setelah dijual ke tengkulak," bebernya. 

Faktor lain yang membuatnya meninggalkan karet adalah pola kerjanya yang lebih melelahkan.

"Dikerjakan setiap hari, tapi hasilnya kalah jauh dari petani sawit. Padahal mereka hanya bekerja kala panen tiba saja di pertengahan bulan. Dasar inilah pohon karet saya tumbang," kata pria berusia 37 tahun itu.

Menurutnya, ada 200 kepala keluarga (KK) di desa itu yang beralih dari karet ke sawit. Total luas lahannya 400 hektar. "Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat sementara waktu bersabar bercocok tanam holtikultura sebelum masa panen sawit tiba," jelasnya.

Pohon karet yang ditumbang itu, lanjut Arif, dijual untuk kayu bakar dan dibeli oleh tengkulak seharga Rp 1,2 juta per truk. "Alhamdulillah, penjualan kayu bakar lebih kurang Rp 12 juta. Dari 2 hektare itu bisa dapat kayu bakar sebanyak 10 truk," sebutnya. 

Tak takut harga sawit nanti tiba-tiba turun?

"Gak mungkin. Solar saja sekarang sudah campuran minyak sawit sebesar 30 persen, ditambah lagi dalam bioavtur untuk pesawat dengan campuran bahan bakar nabati sebanyak 2,4 persen," tukasnya. 


 

Komentar Via Facebook :