https://www.elaeis.co

Berita / Feature /

Geliat Ultra Strong Dari Sudut Tapung (1)

Geliat Ultra Strong Dari Sudut Tapung (1)

Bakteri yang sedang dibiakkan dalam tong-tong yang disiapkan oleh Kevin sebagai salah satu bahan pupuk Ultra Strong di kawasan Tapung Hilir, Kampar, Riau. Foto: aziz


Pekanbaru, elaeis.co - Bagunan sederhana di kawasan Tapung Hilir Kabupaten Kampar Provinsi Riau itu, tidak luas. Hanya sekitar 7x10 meter. 

Namun dari bangunan sederhana ini, telah lahir karya anak bangsa yang bisa membikin petani menjadi bersahabat dengan alam. Dan dari bangunan sederhana itu pula, telah lahir pupuk ramah lingkungan yang tidak membikin kantong petani koyak. Pupuk ramah lingkungan tadi diberi nama Ultra Strong Bio Fertilizer dan Ultra Strong Bio Soil Reconstruktor

"Kami hadir untuk membantu petani mendapatkan pupuk berkwalitas, ramah lingkungan dan murah. Makanya kami tidak commercial oriented," ujar Kevin Ananta Kurniawan, penanggungjawab rumah produksi Ultra Strong itu kepada elaeis.co, Selasa (18/6). 

Kevin menyebut kalau harga pupuk bikinan mereka hanya dibanderol Rp25 ribuan perbatang kelapa sawit pertahun. Angka ini setengah dari standar kebutuhan satu batang kelapa sawit pakai pupuk konvensional yang mencapai Rp50 ribu hingga Rp60 ribu perbatang kelapa sawit pertahun. 

"Harga tadi untuk enam kali aplikasi dalam setahun. Kalau pemupukan pakai pupuk kimia kita musti menengok cuaca, kalau pakai Ultra Strong kapan saja bisa. Asal kebun tidak sedang kebanjiran saja. Lalu enam kali aplikasi tadi dibagi saja dalam 8 bulan," kata lelaki 28 tahun ini. 

Arison Ginting, salah seorang petani kelapa sawit yang sudah mengaplikasikan Ultra Strong tadi cerita, sebelumnya kebun kelapa sawit seluas 40 hektar yang dia kelola hanya menghasilkan TBS 30 ton sekali panen. Tapi setelah memakai Ultra Strong, produksi kebun tadi melonjak menjadi 64 ton sekali panen. 

"Secara vegetatif, tiga minggu sudah kelihatan dampak pupuk itu," katanya kepada elaeis.co. Arison kebetulan sedang bertandang ke rumah produksi pupuk tadi.  

Masih jelas terekam di benak lelaki 36 tahun ini tentang rumitnya mengurusi kebun kelapa sawit keluarganya tujuh tahun silam; didera harga pupuk yang mencekik dengan harga Tandan Buah Segar (TBS) yang terjerembab.   

"Pokoknya saat itu sangat beratlah. Harga sawit hancur-hancuran, harga pupuk sangat tinggi. Benar-benar dilema waktu itu. Mau enggak dilanjutkan berkebun, kadung modal udah ketanam banyak. Mau dilanjutkan, pasti akan klenger karna biaya tinggi tadi," cerita Shanta Buana Kacaribu saat berbincang dengan elaeis.co di Pekanbaru, Selasa (18/6) malam. 

Yang membikin Shanta makin nelangsa waktu itu, sebahagian tanaman sawit dihajar jamur akar pula. Diantisipasi pakai pupuk kimia enggak mempan. Dibunuh pakai fungisida sama saja. 

"Waktu itu keputusan sudah diambil bahwa kebun harus dilanjutkan, jadi mau enggak mau kami harus membikin terobosan. Terobosan yang paling penting itu, gimana caranya memodifikasi pupuk biar bisa hemat. Semula kami pakai bakteri. Tapi biang bakteri waktu itu cukup mahal, mencapai Rp90 ribu hingga Rp100 ribu perliter," ujar penggagas Ultra Strong ini.   

Kalau pakai biang bakteri jadi rutinitas kata Shanta, bakal gempor juga keuangan. "Alhasil bakteri tadi kami biakkan. Lalu kami mulai melakukan riset. Bahan organik seperti decanter solid dan janjangan kosong (tandan sawit yang sudah tidak berbiji sawit) kami pakai sebagai media tumbuhnya bakteri tadi," cerita Shanta...(bersambung)


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :